Sabtu, November 22, 2008

Hilangnya Keanekaragaman Hayati Indonesia

Oleh : Kabelan Kunia

Artikel ini telah dimuat di Pikiran Rakyat , Minggu, 9 September 2001

Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. (TQS. Luqman : 10)

Beruntung sekali kita lahir dan hidup di bumi Indonesia yang konon memiliki kekayaan alam yang melimpah. Bahkan konon terkaya di seluruh celah dan belahan jagad raya ini. Sebagai negara kepulauan yang memiliki lebih 17.000 pulau baik besar maupun kecil, Indonesia merupakan negara kepulauan tropik yang terluas di dunia. Luas daratan kita lebih kurang 1,9 juta km2 dengan kondisi alam yang beragam. Tanah tempat kita berpijak ini ditumbuhi dengan subur berbagai tumbuhan serta didiami oleh berjenis-jenis hewan baik yang langka maupun tidak dan bahkan ada yang hanya hidup di beberapa tempat di wilayah Indonesia saja dan tidak ditemukan di belahan dunia manapun.

Belum lagi yang tumbuh dan hidup di sepanjang aliran sungai, pantai dan laut. Bahkan Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia, yaitu sepanjang 81.000 km atau 14% dari panjang pantai yang ada di belahan dunia ini. Kemudian ditambah lagi dengan luas hutan bakau terbesar di dunia, yaitu 4,25 juta hektar yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna. Berdasarkan keanekaragaman kondisi alam dan kedudukannya yang berada di daerah tropik, Indonesia diperkirakan memiliki tidak kurang dari 47 jenis tipe ekosistem alami.

Kalaulah mau berdecak kagum dan bangga¸ barangkali kita sebagai bangsa tidak terlalu sombong untuk mengklaim bahwa kita adalah bangsa yang kaya! Namun jika kita harus bersedih dan menangis sekalipun, kiranya itupun tidak bisa disalahkan, manakala kita melihat ironi dan kenyataan, bahwa sebagai negara yang kaya, tapi nyatanya masih terlampau banyak rakyat kita yang hidup miskin, bodoh, dan terbelakang! Kita pun tak harus menyesal dan berkecil hati, karena itulah realita, bahwa sebagian besar rakyat kita masih berada di bawah garis kemiskinan. Itu artinya, bahwa masih banyak dari saudara kita sebangsa yang hari ini makan nasi basi, besok barangkali meringis menahan lapar!

Memandang kenyataan ini, timbul berbagai pertanyaan di kepala kita. Kemana tanah kita yang subur itu? Kemana hewan dengan berbagai rupa dan jenis yang berkeliaran bebas di hutan-hutan, ikan yang yang menari dan berenang hilir mudik di aliran sungai-sungai kecil yang membelah desa nan damai di lereng bukit? Dikemanakan bulu-bulu cenderawasih yang beraneka warna dan burung merak yang gagah dan gemerlap itu? Lantas diapakan komodo, harimau sumatera, orang utan, anoa dan badak jawa yang nyaris punah? Lalu diapakan hutan tropis kita yang lebat dan rimbun di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya? Apakah hanya untuk ditebang pemegang HPH atau hanya dibakar sehingga menghasilkan asap dan kabut sebagai komoditi ekspor ke negara tetangga?

Terlampau banyak yang mesti dipertanyakan, sehingga semakin banyak pula jawaban yang tidak akan pernah kita dapatkan. Barangkali permasalahannya adalah, kepada siapa pertanyaan itu mesti ditanyakan. Karena selama ini kita hanya berani bertanya pada diri sendiri dan tidak memiliki keberanian untuk mempertanyakan kepada siapapun!

Dulu, bahkan sampai saat ini pun kita sudah terbius dan terbelenggu demikian erat pada semboyan-semboyan dan keberhasilan semu pembangunan bangsa oleh para oportunis. Atau mungkin kita sudah telanjur mabuk dengan kebanggaan dan kekayaan berlimpah ruah dari keanekaragaman hayati kita yang pada nyatanya tidak memberikan keuntungan apapun pada kita sebagai rakyat. Namun bisa jadi kita memang bodoh dan tidak tahu-menahu atau memang tidak mau tahu, akan diapakan kekayaan kita yang melimpah ini, sehingga dengan suka cita kita bagikan kepada orang-orang asing, para konglomerat dan penguasa yang rakus untuk berpesta-pora merenggut, ah, bukan merenggut sesungguhnya, tapi ‘menikmati’-nya, karena dalam hal ini kita memang ikhlas!

Pemanfaatan dan Pelestarian
Pemanfaatan keanekaragaman hayati Indonesia hendaknya tidak dilepaskan dari aksi pengelolaan dan pelestariannya. Hal ini mutlak, sebab kalau keanekaragaman hayati ini semata-mata hanya dimanfaaatkan tanpa memperhatikan aspek pengelolaan, penyelamatan maupun pelestariannya, maka yakinlah bahwa suatu saat kelak keanekaragaman hayati yang melimpah ini akan menjadi sejarah yang indah namun teramat getir untuk dikenang.

Kekayaan hayati yang beranekaragam ini sesungguhnya telah ribuan tahun lalu dimanfaatkan oleh nenek moyang Bangsa Indonesia. Bahkan dalam 4 dasawarsa terakhir telah membawa ‘kemajuan’ ekonomi yang cukup pesat bagi bangsa ini. Namun seiring dengan itu, ketimpangan semakin menganga dalam masyarakat Indonesia.

Bersyukur kita mestinya, karena ‘kebangkrutan’ keanekaragaman hayati ini masih dapat dihindari. Atas kuasa-Nya, keanekaragaman hayati ini memiliki sifat yang dapat diperbaharui (renewable), sehingga akan semakin kokoh sebagai modal pembangunan nasional di masa-masa yang akan datang. Namun kita jangan gembira dulu. Ada tugas dan tanggung jawab yang teramat berat mesti kita pikul sebagai konsekuensi atas pemanfaatan kekayaan hayati ini.

Meskipun pada dasarnya keanekaragaman hayati itu memiliki sifat dapat diperbaharui, namun kemampuan tersebut bukanlah tanpa batas. Sebagai sumber daya guna memenuhi keberlangsungan hidup manusia serta sebagai modal dasar pembangunan berkelanjutan, keberadaan keanekaragaman hayati amat tergantung bagaimana kita memperlakukannya. Indikasi penyusutan kekayaan ini tampak sudah kian tidak tertutupi dan dampaknya makin terasa pada akhir-akhir ini.

Bencana banjir di kepulauan Nias dan di berbagai tempat lainnya serta asap tebal atau kabut menghiasi birunya langit merupakan isyarat dari rusaknya tatanan ekosistem alami yang ada. Kiranya bencana-bencana yang semakin akrab dalam kehidupan kita, membuat perhatian kita menjadi lebih besar dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati ini. Pengelolaan dan pelestarian adalah kata kuncinya!

Tampaknya diperlukan upaya menyeluruh untuk mengurangi laju kerusakan keanekaragaman hayati menjadi semakin parah. Kiranya perlu menanamkan kesadaran kepada pemerintah, swasta dan masyarakat guna meningkatkan efisiensi pemanfaatan keanekaragaman hayati seiring dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mempelajari serta terus menggali pemanfaatan jenis-jenis flora dan fauna yang masih berserakan dan belum diketahui potensi sumber daya hayatinya. Sebagai catatan, bahwa baru sekitar 6.000 jenis tumbuhan, 1.000 jenis hewan dan 100 jenis mikroorganisme yang telah diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menunjang keberlangsungan hidupnya.

Artinya bahwa, sebagian besar dari kekayaan hayati Indonesia belum diketahui potensinya guna menyejahterahkan masyarakat.

Suatu hal yang memang dirasakan sulit dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati salah satunya adalah belum padunya pengertian akan konsep pemanfaatan secara lestari pada semua kalangan termasuk pemerintah (pusat dan daerah), swasta dan masyarakat umum. Kiranya sosialisasi dari pemahaman konsep ini perlu segera dibangun dan dikembangkan, sehingga upaya-upaya pelestarian akan menjadi lebih mudah.

Kita semua percaya bahwa potensi keanekaragaman hayati harus dimanfaatkan seefektif mungkin yang diperuntukkan buat kesejahteraan semua rakyat Indonesia, di samping kita menjamin bahwa anak cucu kita kelak akan bersuka cita menikmati warisan yang teramat berharga ini. Agaknya kita perlu menyadari bahwa alam Indonesia yang kaya ini tidak akan pernah habisnya untuk menjamin bekerjanya jantung memompa darah mengaliri nadi-nadi sekitar 200 juta lebih rakyat Indonesia yang sedang kelaparan sekalipun.

Kiranya apa yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah suatu pelajaran bagi kita sebagai hamba-Nya untuk menjadi renungan agar kita dapat mengatur dan mengolah alam ini dengan sebaiknya. Hal ini tercermin dalam firman-Nya dalam Al-Quran surat Yunus : 24 berikut ini :

“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berfikir”.

Tidak ada komentar: