Sabtu, November 22, 2008

Cara Aman Mengkonsumsi Gadung

Oleh Kabelan Kunia

Artikel ini telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat, 2002

Di tengah kemarau mencekam, krisis pangan mencekik, sontak kita dikejutkan dengan berita memilukan dari saudara kita di Depok yang meninggal gara-gara memakan gadung rebus. Seperti yang diungkapkan oleh seorang warga, meski korban memakan gadung yang direbus hingga matang, namun tak urung menyebabkan beberapa korban mengalami keracunan bahkan dua orang meninggal dunia (Pikiran Rakyat, 6 Agustus 2002).

Masalahnya kenapa gadung yang termasuk jenis umbi-umbian dengan kandungan karbohidrat cukup tinggi dapat menyebabkan keracunan bahkan mematikan bagi yang menkonsumsinya?


Gadung dalam bahasa botaninya dikenal sebagai Dioscorea hispida atau yang lebih dikenal dengan umbi hutan. Seperti halnya umbi-umbi yang lain, gadung merupakan sumber pangan yang mengandung sumber karbohidrat yang tinggi. Sebenarnya, umbi ini kalah populer, sehingga seringkali dijadikan alternatif terakhir dari sekian banyak sumber pangan lain, padahal kandungan karbohidratnya cukup tinggi.

Berita rawan pangan makin kerap datang dari berbagai penjuru tanah air. Alam tak bersahabat, sawah kering kerontang, padi pun layu tak berkembang. Berita kekeringan dan paceklik begitu mengiris. Daya beli masyarakat menurun, beras sebagai makanan pokok sudah tak terjangkau. Lantas masyarakat makan apa?

Opini yang telanjur merebak mengaitkan makan gadung dan umbi-umbi lainnya dengan rawan pangan sungguh tidak mendidik dan kontradiktif dengan upaya diversifikasi pangan. Ironis, Indonesia yang dikenal memiliki keanekaan umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat, nyatanya tidak cukup ampuh memalingkan ketergantungan konsumsi kita terhadap beras.

Tidak pantas kiranya mengaitkan makan gadung dengan krisis pangan saat ini. Di tengah upaya diversifikasi pangan, selayaknya gadung ini dikedepankan dan terus digali potensinya sebagai sumber pangan pokok pengganti beras.

Berdasarkan pada kandungan karbohidratnyanya, gadung dapat memenuhi kebutuhan energi tubuh. Seperti umbi-umbian lain, karbohidrat dalam gadung didominasi oleh pati. Jumlah pati yang terkandung dalam umbi gadung memang kurang dibanding sumber karbohidrat lain seperti beras, jagung maupun umbi kayu. Kandungan karbohidrat dari nasi, jagung, ubi kayu dan gadung dalam setiap 100 gram secara berurutan adalah 40,6; 34,8; 38,0; dan 29,7 gram. Meski kandungan karbohidratnya paling rendah, kebutuhan energi tubuh dapat terpenuhi bila jumlah gadung yang dimakan ditingkatkan.

Meski kandungan karbohidratnya cukup tinggi, namun ternyata gadung mengandung senyawa racun berbahaya, yaitu asam sianida (HCN) yang dapat menyebabkan keracunan bahkan dapat mematikan. Asam sianida dalam gadung dapat berbentuk bebas sebagai asam sianida (HCN) atau berbentuk terikat sebagai prekursornya.

Sebenarnya asam sianida yang kadang disebut asam biru, karena dalam jumlah tinggi tampak berwarna kebiru-biruan – atau dikenal dengan sebagai asam prusik, baru timbul saat jaringan umbi gadung dirusak, misalnya dikupas atau diiris.
Hal ini dimungkinkan karena apabila jaringan umbi dirusak, maka akan terjadi kontak antara senyawa prekursor (bakal racun), yaitu linamarin dan lotaustralin yang terkandung didalamnya dengan enzim linamarase dan oksigen, sehingga terbentuk glukosa dan sianohidrin. Nah, sianohidrin ini pada suhu kamar dan pada kondisi basa (pH>6,8) akan terpecah dengan cepat membentuk HCN dan aseton (CH3COCH3).

HCN yang terbentuk sulit larut dalam air dan relatif stabil terhadap pemanasan. Karenanya pengolahan yang kurang sempurna (malproses) dapat mengakibatkan terbentuknya residu HCN dalam gadung. Jadi, residu HCN inilah yang menjadi biang penyebab keracunan atau gangguan kesehatan.

Karenanya, solusi yang terbaik adalah dengan mengolah gadung dengan hati-hati hingga residu HCN di dalamnya hilang atau serendah mungkin. Umumnya yang terjadi di masyarakat adalah mengolah gadung dengan tergesa-gesa sehingga residu HCN didalamnya relatif masih tinggi. Bagaimana caranya?

Menghilangkan Racun
Paling tidak ada beberapa tingkatan proses untuk menghilangkan residu HCN dalam gadung atau mengolahnya untuk meminimalkan kadar racun berbahaya ini. Proses ini dilakukan dengan merebus, mengupas, mengiris kecil-kecil, merendam dalam air, menjemur hingga kemudian dimasak.

Cara yang paling mudah dan paling efektif untuk dapat mengkosumsi gadung dengan aman yaitu : Gadung dibersihkan tanpa dikupas terlebih dahulu, lalu langsung direbus dalam air mendidih selama 30 menit. Setelah dingin dikupas dengan ketebalan 2 mm kemudian direndam dengan air bersih selama 3 hari dalam ember plastik. Setelah itu dicuci hingga bersih dan keringkan atau dijemur hingga kadar air mencapai 14 persen. Gadung siap diolah menjadi berbagai jenis makanan atau dimasak langsung dengan aman.

Setelah melewati rangkaian proses ini, residu HCN dalam gadung tertinggal lebih kurang 1 – 10 mg dalam setiap kilogram gadung yang diolah. Namun dengan proses pemanasan yang cukup pada saat gadung dimasak untuk dikonsumsi, sisa residu ini dapat dihilangkan. Dengan demikian gadung menjadi aman untuk dikonsumsi dan layak sebagai bahan pangan pokok pengganti beras. *****

1 komentar:

Toto suparto mengatakan...

Terima kasih.

Sebagai referensi pembanding, nenek saya kalau mengolah umbi gadung, sbb:

Pertama: umbi gadung dikupas setebal 1-2 mm.
Kedua: diiris tipis 1-2 mm.
Ketiga: irisan2 tsb dilumuri abu,
Keempat:selanjutnya irisan2 tadi disusun rapi dalam keranjang sambil diumuri abu dan tiap lapisan dilapisi daun dadap, kemudian diperam selama 4 hari sambil dipres supaya airnya keluar,
Kelima: dijemur diterik matahari sampai kering.
Keenam: dicuci/direndam sampai bersih dari abu yg menempel.
Ketujuh: dikukus sampai matang.
Kedelapan: dijemur lagi sampai kering.
Sampai pada tahap ini gadung sudah tahan disimpan lama, untuk cadangan makanan siap olah.
Kesepuluh: digoreng sebagai keripik dengan dibumbui garam atau penydap rasa.
Atau untuk pengganti nasi, dengan cara direndam sampai lembek kemudian dikukukus sampai matang.

(mtoto_s@ymail.com. ; ciamis)