Rabu, Desember 23, 2009

Ibu Sebagai Pencerah dan Pengendali Peradaban

Memperingati Hari Ibu, 22 Desember 2009

Oleh Kabelan Kunia*

Ibuku Maniah dan cucunya.

Bulan Desember, kembali kita diingatkan kepada sosok yang paling berjasa dalam kehidupan kita sebagai manusia, yaitu Ibu. Peringatan Hari Ibu memang biasanya sepi, tidak ada kegiatan khusus untuk merayakan hari yang istimewa ini. Secara seremonial, hari Ibu kerap ‘diupacarakan’ di Istana negara, tapi gemanya tidak dirasakan oleh ibu saya yang ada di sebuah desa sepi di ujung pulau sana.

Konon, Hari Ibu merupakan salah satu cara untuk menunjukkan apresiasi kita kepada ibu yang telah melakukan banyak hal untuk kehidupan kita. Merayakan hari Ibu menolong kita untuk melihat ke belakang dan mengingat betapa besar pengaruh kebaikan yang diberikan oleh orang yang kita panggil "ibu" dalam kehidupan.

Kedudukan seorang ibu dalam keluarga sangatlah strategis, khususnya dalam membangun pribadi-pribadi yang dipercayakan Tuhan kepada masing-masing keluarga. Bahkan di sepanjang sejarah peradaban manusia, peran seorang ibu sangat besar dalam mewarnai dan membentuk dinamika zaman. Lahirnya generasi-generasi bangsa yang unggul, pintar, kreatif, penuh inisiatif, bermoral tinggi, bervisi kemanusiaan, beretos kerja andal dan berwawasan luas, tidak luput dari sentuhan seorang ibu.

Ibulah orang yang pertama kali memperkenalkan, mensosialisasikan, menanamkan dan mengakarkan nilai-nilai agama, budaya, moral, kemanusiaan, pengetahuan dan keterampilan dasar serta nilai-nilai luhur lainnya kepada seorang anak manusia sejak dilahirkan bahkan sejak jabang bayi masih di kandungannya.

Dalam bahasa lain, peran ibu sebagai pencerah peradaban, pusat pembentukan nilai, atau penafsir makna kehidupan tak seorang pun menyangsikannya. Ibu memiliki jasa dan peran yang begitu besar dalam membangun bengsa dan negara. Rasulullah Muhammad Saw berkata, perempuan (ibu) adalah tiang negara. Bila mereka baik, maka baiklah negara itu. Sebaliknya, bila mereka rusak, maka rusaklah negara itu.

Namun demikian banyak orang yang menyepelekan peran ibu dalam membangun keluarga, terutama dalam mengurus anak-anak dan rumah tangga. Jika kita renungkan pekerjaan dan tanggung jawab yang biasa dilakukan oleh ibu, lalu kita membuatnya menjadi suatu daftar pekerjaan, maka barulah kita sadar betapa banyak tugas yang dikerjakan ibu dan betapa besarnya pengorbanan yang dilakukannya untuk itu.

Ibu bagaikan “sekolah” (pendidik) pertama dan utama bagi anak-anaknya. Bayi yang baru lahir diperkenalkan dengan menyusui air susu ibu (ASI), diberi makan, diajarkan tengkurap, merangkak, berjalan, bergurau dan berbicara yang baik dan benar. Peran ibu akan terus berlanjut ketika si bayi beranjak besar, menyekolahkannya mulai dari TK hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Tidak sampai di situ, peran ibu sebagai orang tua, selalu mengarahkan, memberi semangat dan menasihati anaknya agar tidak keliru dalam melangkah di kemudian hari. Dalam lingkup internal, peran ibu sangat besar untuk menciptakan suasana keluarga yang segar, gembira, rukun dan tentram.

Di antara kewajiban seorang ibu yang harus dilaksanakan terhadap anak-anaknya ialah menanamkan perasaan cinta kasih dalam lubuk hati mereka yang paling dalam, mengusir jauh-jauh sifat dan sikap benci dari jiwa mereka. Anak yang memiliki kepribadian sempurna ialah yang mencintai keluarga dan saudaranya, kasih sayang terhadap orang-orang fakir dan belas kasihan terhadap orang-orang lemah dan menjauhi orang-orang yang berakhlak rendah. Ibulah yang ‘membentuk’ kepribadian mulia itu.

* * * *

Arus modernisasi yang demikian deras mengikis dan menghanyutkan pranata-pranata hidup dan nilai-nilai luhur baku, agaknya memiliki imbas yang cukup kuat terhadap masyarakat dalam menginternalisasi dan mengapresiasi fungsi keluarga. Suasana ‘panas’ di luar rumah telah membawa pengaruh yang tidak kecil pada suasana di dalam rumah.

Bahkan, melalui media elektronik, kita telah mengangkut berbagai ‘kejahatan’, perilaku amoral dan budaya asing ke dalam rumah tanpa filter. Anak-anak dengan leluasa ‘belajar’ tentang arti sebuah kekerasan dan seksualitas dalam hidup. Dan itu sangat membekas.

Keagungan sebuah keluarga sebagai entitas sosial dalam menyosialisasikan nilai-nilai luhur kepada para anggotanya dinilai semakin luntur. Cara anggota masyarakat dalam mengapresiasi fungsi keluarga mengalami pergeseran dan perubahan. Keluarga tidak lagi sebagai ‘institusi’ yang menjadi satu-satunya wadah yang akomodatif dan adaptif terhadap selera dan atmosfer zaman yang sulit teraba.

Kondisi di atas setidaknya juga dipengaruhi oleh pergeseran peran orang tua, yang semula diyakini sebagai pihak yang betanggung jawab terhadap upaya pewarisan nilai dan tradisi luhur, kini telah tereduksi sebagai pihak yang secara biologis sekedar menghadirkan seorang manusia baru ke muka bumi. Bahkan dalam banyak hal, orang tua semata dipahami sebagai pihak yang hanya memiliki otoritas ekonomi dalam rentang waktu tertentu hingga anak dinilai dewasa.

Sejalan dengan itu, pandangan anak terhadap orang tua pun tidak lagi ‘sakral’ dalam bentuk penghormatan yang optimal dan proporsional. Hubungan anak dengan orang tua melulu sebagai hubungan darah ‘kekrabatan’ yang kehilangan basis moral dan spiritualnya. Tidaklah mengherankan kalau generasi sekarang menjadi sulit menerima petuah dan nasihat luhur orang tuanya.

Mereka telah memiliki “referensi” tersendiri yang cocok dengan gejolak naluri purbanya. Makanya, tidak aneh bila di media tersiar kabar seorang anak tega menghabisi ibu kandungnya sendiri.

Faktanya, dalam kesuksesan ibu teladan yang dipuji sedemikian rupa, nyatanya tidak menggambarkan sebagian besar nasib ibu-ibu kita yang masih tenggelam dalam kemiskinan, kebodohan bahkan penindasan dan perlakuan diskriminasi yang menyayat. Tidak semua ibu (perempuan) mendapat kesempatan untuk mendapatkan peran sosial dan ekonomi yang diinginkan, termasuk dalam pendidikan. Alih-alih mengikuti kontes ibu teladan, bergerak leluasa di tanah yang merdeka inipun mereka seakan dibelenggu.

Stereotipe tentang perempuan terus didengung-dengungkan dan dilanggengkan dengan perayaan Hari Ibu. Sosok ibu yang begitu agung dipuji-puji, yang sesungguhnya menimbun banyak masalah yang tidak pernah terurai. Sosok ibu yang dekat dengan dapur dan urusan domestik senantiasa ditonjolkan. Ketika kegigihan ibu menuntut hak atas perannya sebagai warga negara, sosok ibu diremehkan, dikerdilkan, dilecehkan dan dijadikan semata-mata sebagai komoditas.

Hingga saat ini masih banyak kaum perempuan yang menjadi korban dalam lingkungan rumah tangga, tempat kerja dan masyarakat. Kekerasan, pelecehan seksual sampai perkosaan, tindak diskriminasi dan lain-lain masih menghantui kehidupan perempuan saat ini.

Masih tetap terjadi pemisahan antara perempuan kelas menengah dan perempuan kelas bawah. Terjadi perbedaan atas ibu terdidik dan tidak terdidik, ibu di kota dan desa, ibu yang berteduh di bantaran sungai, ibu yang bernaung di bawah jembatan, ibu yang pondoknya digusur dan banyak lagi ibu yang malang karena suaminya nganggur sebab habis di PHK. Diskriminasi terhadap perempuan masih berlaku walaupun dalam kemasan yang lebih cantik seiring dengan perubahan dalam cara berpikir masyarakat. Ibuku sayang, ibuku yang malang.

Kini, saatnya untuk menyadarkan mayoritas ibu (perempuan) bahwa penindasan yang dilakukan melalui sistem, juga banyak dilakukan oleh kaum perempuan dari kelas yang lebih atas atau yang berada pada jajaran status quo. Secara sederhana, kita bisa mengkampanyekan dihentikannya segala stereotipe tentang perempuan dan menyadarkan mayoritas perempuan untuk membuang stereotipe yang sudah usang dan melepaskannya dari pola pikir kaum perempuan.

* * * *

Rumah tangga adalah benteng pertahanan pertama bagi para anggotanya dari serang-serangan non fisik lingkungan sekitarnya. Di luar, debu-debu materialisme, sekulerisme, anarkisme dan lain-lain siap mencabik-cabik kepribadian seseorang. Semua kita menjadi sasaran, bilamana benteng yang dibangun tidak kokoh menahan serbuannya.

Olehkarenanya, menghidupkan suasana ruhani yang islami dalam keluarga adalah pintu utama menuju terciptanya masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. Dalam keadaan demikian, peran ibu menjadi sangat strategis dan dominan. Sosok ibu tidak saja dituntut perkasa di hadapan publik seperti yang banyak diperjuangkan oleh aktivis perempuan dalam slogan emansipasinya, dengan capaian prestasi seimbang dangan kaum pria, sekaligus tidak melenyapkan naluri keibuannya yang tetap menjaga kelembutan, sikap kasih sayang yang tulus terhadap suami dan anak-anak.

Dalam peran yang seimbang di luar dan di dalam keluarga, kaum ibu tetap akan mampu memaksimalkan perannya sebagai pencerah dan pengendali peradaban yang mengantarkan perahu bangsa ke pulau kesejahteraan yang beradab.
Demikian besar jasa kaum ibu, agama menetapkan, bahwa merekalah ‘kunci’ yang sangat menentukan apakah seseorang itu masuk surga atau neraka. Rasulullah Muhammad Saw bersabda, “Al-jannatu tahta akdamil ummahat” (Surga itu terletak di bawah kaki ibu).

Selamat Hari Ibu, selamat pada para pemegang kodrat perempuan. Semoga Hari Ibu yang kita peringati kali ini akan selalu mendorong kita untuk berbuat baik kepada para ibu kita tercinta. Ibuku sayang, ibuku makin dipandang.

(*Pusat Penelitian Bioteknologi–ITB, seorang anak yang mencintai ibu dan merindukan pelukannya)

Senin, Oktober 05, 2009

Mikoriza, Pupuk Hayati Super


Oleh Kabelan Kunia
Artikel ini telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat, Kamis 29 September 2009


Pupuk hayati (biofertilizer) adalah bahan penyubur tanah yang mengandung mikroorganisme atau sel hidup dalam keadaan dorman yang berfungsi untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara guna mendukung pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis mikroba yang umum digunakan antara lain mikroba penambat unsur nirogen, mikroorganisme pelarut fosfat, dan mikrooganisme penghasil hormon tumbuh. 

Di samping itu ada jenis mikroba dari golongan jamur yang disebut mikoriza ditemukan sebagai sumber biofertilizer potensial yang dapat meningkatkan produktivitas budidaya tanaman. Biofertilizer atau pupuk hayati semacam ini bersifat ramah lingkungan dan dapat mempertahankan kualitas tanah secara berkelanjutan.

Mikoriza mempunyai peran dalam mempercepat suksesi pada habitat yang terganggu secara ekstrem. Mikoriza yang menginfeksi akar tanaman berperan dalam perbaikan nutrisi tanaman dan meningkatkan pertumbuhan, karena hifa yang menginfeksi akar mempunyai kemampuan yang tinggi dalam meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara fosfat, nitrogen, sulfur, seng, dan unsur esensial lainnya. Dengan adanya mikoriza, laju penyerapan unsur hara oleh akar bertambah hampir empat kali lipat dibandingkan dengan perakaran normal, demikian juga luas penyerapan akar makin bertambah hingga 80 kali. 

Mikoriza berperan juga sebagai bio-protektor terhadap patogen tanaman, bio-remediator bagi tanah-tanah yang tercemar dan membantu pertumbuhan tanaman pada tanah yang tercemar. 

Jamur mikoriza merupakan asosiasi antara tanaman dan cendawan yang memiliki sifat dan peran yang unik bagi tanaman, manusia, dan lingkungan hidup. Asosiasi ini diketahui memiliki fungsi yang menguntungkan tanaman simbionnya. 

Manfaat

Tanaman yang bermikoriza dapat menyerap pupuk fosfat lebih tinggi hingga 10-27 persen dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza, yaitu 0.4-13 persen. Penelitian terakhir pada beberapa tanaman pertanian bahkan dapat menghemat penggunaan pupuk nitrogen hingga 50 persen, pupuk fosfat sebesar 27 persen dan pupuk kalium mencapai 20 persen. 

Manfaat lainnya yaitu akar yang bermikoriza lebih tahan terhadap patogen akar karena lapisan mantel (jaringan hypa) menyelimuti akar sehingga melindungi akar. Di samping itu, beberapa mikoriza menghasilkan antibiotik yang dapat menyerang bakteri, virus, jamur yang bersifat patogen. Suatu penelitian lain menunjukkan bahwa penggunaan mikoriza dapat mengendalikan serangan nematoda bengkak akar Meloidogyne spp. pada tanaman tomat dengan jumlah takaran 2.00 gram.

Jamur super ini berperan terutama dalam memperbaiki struktur tanah dengan menyelimuti butir-butir tanah. Stabilitas agregat meningkat dengan adanya gel polisakarida yang dihasilkannya. Karena bukan bahan kimia pupuk ini aman bagi lingkungan.

Yang paling luar biasa adalah pemupukan dengan mikoriza cukup sekali untuk seumur tanaman. Mikoriza merupakan mahluk hidup, maka sejak berasosiasi dengan akar tanaman jamur ini terus berkembang dan selama itu pula berfungsi membantu tanaman.

Nuhamara, seorang peneliti di Jepang mengatakan, sedikitnya ada lima hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini, yaitu mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembapan yang ekstrem, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin, serta menjamin terselenggaranya proses biogeokemis.

Adanya mikoriza, resitensi akar terhadap gerakan air menurun, sehingga transfer air ke akar meningkat. Keberadaan mikoriza menyebabkan status P tanaman meningkat, sehingga menyebabkan daya tahan terhadap kekeringan meningkat pula.

Adanya hifa eksternal menyebabkan tanaman bermikoriza lebih mampu mendapatkan air daripada yang tidak bermikoriza. Tetapi jika mekanisme ini yang terjadi berarti kandungan logam-logam lebih cepat menurun. Penemuan akhir-akhir ini yang menarik adanya hubungan antara potensial air tanah dan aktivitas mikoriza. Pada tanaman bermikoriza jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 gram bobot kering tanaman lebih sedikit daripada tanaman yang tidak bermikoriza. 

Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air yang lebih ekonomis. Pengaruh tidak langsung karena adanya miselin eksternal menyebabkan mikoriza efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat. Aplikasi mikoriza akan membantu proses penyerapan air yang terikat cukup kuat pada pori mikro tanah, sehingga panjang musim tanam tanaman pada lahan kering diharapkan dapat terjadi sepanjang tahun.

Aplikasi 

Pupuk mikoriza umumnya berupa spora dan potongan akar yang terinfeksi jamur dan dicampur dengan zeolit sebagai media pembawa. Penggunaan mikoriza efektif digunakan pada saat tanaman masih di persemaian, di mana akarnya belum mengalami penebalan. Pada kondisi seperti ini peluang mikoriza akan lebih besar untuk menginfeksi akar tanaman. Pemberian mikoriza diberikan dengan cara menaburkannya pada lubang sebelum penanaman, menempelkan pupuk/akar terinfeksi pada akar tanaman muda atau mencampur mikoriza pada tanah untuk pembibitan tanaman.

Pada tanaman tebu misalnya, cara aplikasi pupuk mikoriza terbaik dengan cara dicampur dengan pupuk dasar. Takaran pupuk mikoriza yang diberikan adalah 8 ku/ha di tanah dengan P tersedia rendah atau hanya 4 ku/ha di tanah dengan P tersedia tinggi. Pemakaian pupuk mikoriza ternyata dapat mengurangi penggunaa pupuk SP-36 sebesar 25 - 50 %.

Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji akan mendukung pula untuk perkecambahan spora mikoriza. Jamur mikoriza mempenetrasi epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas enzim dan selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya ke dalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman.

Suhu yang relatif tinggi dapat meningkatkan aktivitas mikoriza. Pada daerah tropika basah seperti Indonesia, hal ini menguntungkan. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya. Pada umumnya infeksi oleh cendawan mikoriza meningkat dengan naiknya suhu. Suhu yang tinggi pada siang hari (35°C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis mikoriza. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu di atas 40°C. Jadi, suhu bukan merupakan faktor pembatas utama dari aktivitas mikoriza. Justru sebaliknya, suhu yang sangat tinggi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang.*** 

Kabelan Kunia, penggiat dan pemberdaya masyarakat tani padi organik "SRI" dan produsen Pupuk Hayati Super.

Minggu, September 20, 2009

Kurma: Santapan Berbuka yang Menyehatkan

Oleh : Kabelan Kunia

Artikel ini telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat Edisi Kamis 20 September 2007

BAGI UMAT ISLAM, berbuka puasa dengan kurma bukanlah sekadar tradisi. Di masa kenabian Muhammad saw orang-orang muslim saat berbuka puasa, buah korma merupakan pilihan pertama.
Bahkan Rasulullah Muhammad SAW. sendiri melakukan hal itu dan menyunatkan memakan buah korma di awal berbuka puasa, ''Barangsiapa yang mempunyai kurma ketika puasa, hendaklah berbuka dengan kurma.''



Buah korma yang rasanya manis seperti gula itu memang mengandung daya bakar kalori yang cukup tinggi, sehingga bisa menghilangkan kelesuan atau kelunglaian tenaga ketika sedang menjalankan ibadah puasa seharian. Karenanya kurma sangat cocok kalau dikonsumsi saat berbuka puasa.

Nilai gizi utama yang diandalkan memang kandungan karbohidrat sederhananya, alias gulanya yang tinggi. Kebanyakan varietas kurma mengandung gula glukosa (jenis gula yang ada dalam darah) atau fruktosa (jenis gula yang terdapat dalam sebagian besar buah-buahan) yang mudah diserap tubuh dan diubah menjadi energi. Fruktosa dan glukosa ini merupakan energi siap pakai (instant) bagi tubuh. Artinya, dalam beberapa menit setelah makan kurma, tubuh akan segera memperoleh energi dari fruktosa dan glukosa yang dikandungnya.

Lebih dari itu ternyata kurma mengandung zat gizi yang nyaris lengkap dengan komposisi yang seimbang, meskipun dalam jumlah yang serba sedikit. Dalam setiap 100 g kurma kering terkandung vitamin A 50 IU, tiamin 0,09 mg, riboflavin 0,10 mg, niasin 2,20 mg, serta kalium 666 mg. Zat-zat gizi itu berfungsi membantu melepaskan energi, menjaga kulit dan saraf agar tetap sehat serta penting untuk fungsi jantung.

Kurma juga mengandung hampir semua vitamin dan mineral yang cenderung meningkatkan kebasaan lambung yang terlalu asam seharian tidak memperoleh makan dan minum. Vitamin dan mineral ini juga penting untuk meningkatkan efisiensi pencernaan dan penggunaan (metabolisme) makanan yang masuk ke dalam lambung.

Kurma tidak mengandung kolesterol tapi mengandung lemak. Namun demikian, kandungan lemaknya sedikit dan sebagian besar adalah lemak baik (lemak tidak jenuh) yang bermanfaat bagi kesehatan. Lemak yang dikandungnya bermanfaat bagi penyerapan vitamin A, D, E dan K.

Selain menyuplai energi, kurma juga kaya kandungan zat gizi penting bagi fungsi tubuh seperti kalium, magnesium, niasin dan zat nongizi serat makanan yang berguna dalam menyehatkan jantung dan pembuluh darah. Mineral-mineral ini berfungsi membuat denyut jantung makin teratur, mengaktifkan kontraksi otot, serta membantu mengatur tekanan darah.

Selain bermanfaat memulihkan kelelahan otot, kandungan kalium dalam kurma membantu "mendorong" air secepatnya mengisi jaringan sel. Kandungan lemak pada kurma juga bisa diabaikan. Namun, ada khasiat yang lebih istimewa; kurma bisa menurunkan risiko serangan stroke berkat tingginya kalium yang dikandungnya. Itulah sebabnya kurma menjadi istimewa. Apalagi, beberapa penelitian membuktikan, makanan tinggi kalium bisa berperan membuat jantung dapat berdenyut teratur, mengaktifkan kontraksi otot, mengendalikan keseimbangan air dalam jaringan dan sel-sel serta membantu mengatur tekanan darah.

Kandungan kalium yang tinggi pada korma sangat baik untuk mengurangi keluhan stroke. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa makanan yang sarat kalium (minimal konsumsi kalium 400 mg per hari) dapat mengurangi risiko stroke. Dilaporkan, makanan yang sehat untuk jantung dan pembuluh darah adalah yang mengandung rasio kalium: natrium (K:Na) minimal 5 : 1. Dalam 100 gram kurma terkandung sekitar 666 mg kalium dan kandungan natriumnya hanya 1 mg ! Jadi, rasio K: Na-nya adalah 666 : 1.

Makanan tinggi kalium, menurut pakar penyakit darah tinggi dari Minnesota University AS, Dr. Louis Tobian, Jr., bisa membantu menurunkan tekanan darah serta bisa memberi kekuatan tambahan dalam mencegah stroke secara langsung, bagaimanapun kondisi tekanan darah seseorang. Pertahankan konsumsi potasium (kalium) dalam jumlah cukup (+/- 90 mmol/ hari), lebih disukai yang berasal dari buah-buah segar dan sayur-sayuran, jika dengan obat diuretik (kencing menjadi lebih sering dan lebih banyak) perlu diberikan pengganti kalium. Makin banyak makanan kaya kalium yang dikonsumsi, biasanya makin kecil kemungkinan orang menderita stroke.

Para peneliti menyimpulkan dengan hanya makan satu porsi ekstra makanan kaya kalium (minimal 400 mg setiap hari) risiko fatal bisa diturunkan sampai 40%. Batas krisis 400 mg kalium itu mudah sekali, dapat dipenuhi hanya dengan makan kurma kering sekitar 65 gram saja, atau setara dengan lima butir kurma.

Kurma juga mengandung potasium yang tinggi. Potasium bermanfaat untuk mengendalikan tekanan darah, untuk terapi darah tinggi, serta membersihkan karbon dioksida dalam darah. Potasium juga bermanfaat untuk memicu kerja otot dan simpul syaraf. Berbagai mineral yang diperoleh dari kurma juga bermanfaat untuk mengoptimalkan kandungan elektrolit dalam cairan tubuh.

Kurma juga mengandung salisilat. Zat ini, dikenal sebagai bahan baku aspirin, obat pengurang atau penghilang rasa sakit dan demam. Salisilat bersifat mencegah pembukan darah, antiinflamasi dan berdampak melenyapkan rasa nyeri. Unsur lain yang juga tidak boleh dilupakan dari kurma adalah fosfor -- mineral terbanyak kedua dalam tubuh setelah kalsium -- yang merupakan unsur pokok asam nukleat dan membran sel; menjadi faktor esensial pada seluruh reaksi pembentukan energi dalam sel; juga sebagai komponen berbentuk kristal dari tulang rangka.

Keunggulan kurma lainnya yaitu mengandung berbagai vitamin penting, seperti vitamin A, tiamin dan riboflavin dalam jumlah yang bisa diandalkan, serta niasin dan kalium dalam jumlah yang sangat cukup. Selain itu, buah ini ternyata juga memuat berbagai zat gizi lain seperti zat besi, vitamin B dan asam nikotinat dalam jumlah memadai.

Dari sekian banyak kandungan yang potensial mengurangi bahkan mengatasi berbagai keluhan dalam tubuh kita, yang tidak kalah penting buah kurma mengandung cukup banyak serat. Semakin dikeringkan nilai
seratnya bisa semakin tinggi, karena terbentuk resistant starch. Termasuk dalam kategori ini adalah selulosa dan hemiselulosa dari dinding sel tanaman, serta pektin dan gummy, yang merupakan komponen nonstrukral sel tanaman.

Nah, seperti diketahui selulosa amat berguna untuk mengatur peristatik usus, sedangkan hemiselulosa dan pektin mampu menyerap banyak air dalam usus besar, sehingga memberi bentuk pada sisa makanan yang akan dikeluarkan.

Jadi jelas, kurma yang secara tradisional disuguhkan sebagai salah satu hidangan rutin berbuka puasa di bulan Ramadhan, bukan makanan pembuka yang biasa. Diam-diam ia menyimpan senjata potensial anti stroke, anti serangan jantung dan beragam manfaat lainnya. Meski demikian, untuk memastikan dampak positif kurma, agaknya masih perlu dibuktikan lebih lanjut melalui penelitian. Mengingat manfaat kesehatan kandungan gizinya, maka kurma disarankan untuk dikonsumsi sepanjang tahun, bukan hanya saat puasa Ramadhan saja. (Belan)

Selasa, September 15, 2009

Berbuka Sehat dengan Labu

Oleh Kabelan Kunia
Artikel ini telah dimuat di Rubrik Cakrawala, Harian Pikiran Rakyat, September 2009


LABU (Cucurbita moschata Durch), sumber pangan yang satu ini memang sudah tidak asing bagi masyarakat kita. Tanaman ini memiliki beberapa nama daerah seperti Labu parang (Melayu), Waluh (Sunda), Waluh (Jawa Tengah). Kendati dalam hal pengolahan terasa masih belum bervariatif, namun di daerah Garut, masyarakat sudah cukup kreatif dengan mengubah waluh menjadi dodol sebagai oleh-oleh khas Garut. 

Di bulan puasa, kolak merupakan makanan khas pembuka puasa yang kerap tersaji di meja makan.. Ada aneka macam kolak yang namanya disesuaikan dengan buah utama pembuatnya, seperti kolak pisang, kolak ubi, kolak waluh, dan kolak campursari karena semua bahan buah itu dicampur jadi satu. Berdasarkan hasil penelitian, bahan-bahan pembuat kolak, seperti santan kelapa, gula aren, buah pisang, ubi, dan waluh parang mengandung zat gizi yang baik untuk pembuka puasa, dan berkhasiat menjaga kesehatan/stamina tubuh selama berpuasa.

Tahukah Anda, labu punya banyak sekali varietas, hingga 40 jenis. Waluh dipercaya megandung aneka zat gizi dan karotenoid, seperti betakaroten dan lain-lain. Semua itu bermanfaat untuk memulihkan kebugaran tubuh dan menjaga stamina selama berpuasa. Tak hanya itu, labu ternyata juga sumber serat yang kaya manfaat, terutama bagi kesehatan.

Jenis 
Beberapa jenis labu yang telah dibudidayakan dan dimanfaatkan antara lain labu kuning (Cucurbita moschata), labu air (Lagenaria siceraria), labu Siam atau waluh jipang (Sechium edule) beligo (Benincasa hispida), courgette crougette (Cucurbita pepo), dan butternut squash varietas. Yang paling akrab di dapur kuliner kita tentu saja labu kuning atau labu parang dan labu siam. Sementara dua varietas terakhir yang namanya cukup asing, memang lebih diakrabi dapur kuliner Eropa dan Timur Tengah. 
Tanaman labu kuning berasal dari Ambon (Indonesia). Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai 350 gram per hari.

Dari sekian banyak jenis labu yang ada, labu kuning (Cucurbita moschata) paling sering digunakan dalam masakan. Beragam jenis hidangan bisa dibuat dari buah ini, mulai dari kolak, sup, cake hingga kue-kue basah seperti talam dan kue lumpur. Teksturnya yang lembut dengan rasa sedikit manis cocok dipadu padan dengan beragam bahan. Dari gizinya pun tidak mengecewakan, setiap 100 gr labu mengandung 34 kal, 1.1 protein, 0.3 lemak, 0.8 mineral dan 45 mg kalsium.

Lebih 40 jenis labu, baru sedikit yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Banyak pakar gizi dan kesehatan yang punya bukti bahwa labu tak sekadar memberi peragaman bagi menu dapur semata, namun dari segi kesehatan labu juga punya segudang manfaat. Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin A dan C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung antiokisidan sebagai penangkal berbagai jenis kanker. Sayang, sejauh ini pemanfaatannya belum optimal.

Khasiat
Buah labu dapat digunakan untuk berbagai jenis makanan dengan cita rasanya yang enak. Hampir sebagian besar dari tanaman ini dapat dikonsumsi sebagai bahan pangan. Daunnya berfungsi sebagai sayur dan bijinya bermanfaat untuk dijadikan kuaci. Air buahnya pun berguna sebagai penawar racun binatang berbisa, sementara bijinya menjadi obat cacing pita.

Kehadiran labu dalam menu masakan seperti bisa divariasikan untuk berbagai macam menu makanan, dari hidangan pembuka, menu utama, hingga hidangan penutup. Dengan citarasa yang tak terlalu pekat, labu justru fleksibel untuk diolah. Labu kuning biasanya diolah menjadi kolak, untuk campuran sup, bahan dasar pembuat kue kue basah, seperti talam dan kue lumpur. Teksturnya yang lembut dengan rasa sedikit manis cocok dipadu padan dengan beragam bahan. Labu air yang bertekstur agak keras bisa diolah menjadi macam ragam hidangan, dari lodeh sampai gulai sayur. Labu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku manisan kering dan campuran saus tomat. 

Menurut Prof.Hembing Wijayakusuma, seorang pakar kesehatan alternatif, labu dapat mengobati tekanan darah tinggi, menurunkan panas, diabetes dan memperlancar proses pencernaan. Bahkan daging buah mengandung antiokisidan sebagai penangkal kanker. Labu kuning juga dapat digunakan untuk penyembuhan radang, pengobatan ginjal, demam dan diare. Warna kuning menandakan labu kuning mengandung karotenoid (betakaroten) yang cukup tinggi di samping kandungan Vitamin A dan C, mineral, lemak serta karbohidrat. Itulah sebabnya air perasan labu kuning sering digunakan sebagai pewarna alami dalam pengolahan berbagai makanan tradisional. Tepung labu juga sering dicampurkan ke dalam berbagai produk olahan untuk mendapatkan warna kuning. 

Buah labu kuning umum dimasak sebagai sayur, sup, atau desert. Masyarakat menggunakan labu yang masih muda sebagai sayuran, seperti sayur lodeh, sayur asam dan brongkos. Buah yang sudah tua digunakan sebagai campuran dalam membuat bubur Manado dan sayur bayam ala Sulawesi Selatan. Labu kuning setelah dikukus dapat dibuat aneka makanan tradisional, seperti dawet, lepet, jenang, dodol, dan lain-lain. 

Air perasan buah dipercaya dapat mengobati luka akibat racun binatang. Biji labu dikenal sebagai Semen Cucurbitae yang kaya minyak bisa digunakan sebagai obat pembasmi cacing pita pada orang dewasa. Kadang-kadang diberikan sebagai obat emulsi (diminum beserta obat pencahar), setelah dicampur dengan air. Kegunaan lain labu kuning adalah untuk obat digigit serangga berbisa (daging buah dan getahnya), disentri dan sembelit. Pengobatan demikian amat berkhasiat dan aman tanpa efek sampingan. 

Berdasarkan pemanfaatan labu kuning secara empiris dan turun-temurun untuk berbagai pengobatan tradisional, diduga buah ini mempunyai berbagai komponen bioaktif yang perlu dibuktikan secara ilmiah. Labu atau waluh ternyata tidak hanya enak disantap pada saat buka puasa, tetapi juga zat gizi dan nirgizi yang terkandung di dalamnya memang pas untuk memulihkan gizi dan kebugaran badan setelah berpuasa seharian.

Wah, sudah lezat kaya manfaat juga. Cocok pula diterapkan untuk diet sehat karena kandungan seratnya yang tinggi. Kini kita tentu tidak ragu lagi mengolah labu menjadi berbagai macam hidangan istimewa bagi keluarga tercinta. (Kabelan Kunia/PP Bioteknologi ITB)

Rabu, September 09, 2009

Panen Organik dari Sawah Berlimbah

Dari seorang teman aku mendapatkan sebuah lokasi yang menurutku unik, spesial dan menantang!!
Di sebuah pusat kota Bandung, di tengah-tengah padatnya perumahan penduduk di kota kembang ini, aku mendapatkan sepetak lahan sawah, yah, kira-kira 1,3 hektar milik pak Haji Aip di Binong, Kota Bandung.
Lokasi masuk dari Jl. Kiaracondong, kemudia masuk gang kecil, yaitu Jl. H. Basuki, kira-kira 2 km hamparan sawah itu kutemukan, tepatnya di depan SMP Negeri 34 bandung.

Tetangganya ada sebuah lokasi pusat kerajinan garmen. Nah, dari sini dihasilkan air limbah pencucian kain dari penduduk, kemudian dialirkan masuk ke sawah. Dari air limbah hitam pekat dan berbau ini, padi sawah setiap hari meminumnya tanpa kuasa untuk menolaknya.

Menurut pak Wahyu, petani penggarap yang tinggal di lahan sawah mengatakan bahwa sejak 2 tahun terakhir lahan ini dijadaikan sawah yang sebelumnya berupa kolam ikan lele. "Setelah ada usaha garmen masyarakat, air sawah berubah menajdi air limbah, ikan jadi banyak yang mati. Kami mengalami banyak kerugian." Sungutnya sambil mengeluh pasrah.

Kini, setelah 3 minggu berjalan, alhamdulillah anak padi yang ditanam tunggal dan berumur muda, yaitu 10 hari telah tumbuh dengan baik. Beberapa ada yang mengalami kematian, karena cuaca yag cukup panas, sehingga beberapa daun ada yang mati. Beberapa lagi, aku amati terkena hama, berupa ulat kecil-kecil, sundep kata orang Kerawang mah. Tapi, secara keseluruhan, aku cukup optimis dengan pertumbuhannya.

Setiap minggu aku pasti datang ke lokasi sawah ini. Mengamati sekaligus memberikan instruksi untuk melakukan penyemprotan dengan pupuk organik hasil formulasiku, yaitu NUTRIGrow.

Nah, untuk pastinya, kita lihat saja hasilnya 2 bulan ke depan. Aku terus menunggu dengan gelisah dan was-was. Semoga hasilnya memuaskan, terutama untuk kesejahteraan Bapak Wahyu dan keluarga kecilnya.

Kamis, Juni 25, 2009

SRI : Teknologi Budi Daya Padi Serba Hemat

Oleh Kabelan Kunia

Artikel ini telah dimuat di harian PIKIRAN RAKYAT, Kamis (25 Juni 2009)


Sistem budi daya pertanian di Indonesia dalam kurun waktu yang panjang mengalami penurunan dalam hal produktivitas, kualitas, dan efisiensi. Penurunan terjadi mulai dari luas lahan garapan yang kian susut akibat terdesak oleh kegiatan industrialisasi dan perumahan. Produktivitas semakin menukik tajam karena banyak lahan yangg hilang kesuburannya akibat penggunaan pupuk kimia yang tidak bijaksana.

Pemakaian pestisida dan pupuk kimia yang cenderung berlebihan dan tidak terkontrol pasti mengakibatkan keseimbangan alam terganggu, musuh alami hama menjadi punah, sehingga hama dan penyakit tanaman berkembang pesat, dan adanya residu kimia pada hasil panen. Penghematan penggunaan pupuk dan pestisida kimia mutlak harus dilakukan.

Selain itu, krisis lingkungan karena pencemaran perlu disikapi mengingat dampak negatif yang tidak sedikit bagi manusia dan lingkungan. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah harga pupuk dan antihama yang mahal, terkadang langka di pasaran serta faktor kolutif lain. Di antaranya mekanisme pasar yang cenderung memperkaya segelintir orang dan faktor politis yang tidak memihak petani.

Dari aspek pengelolaan air, usaha tani sawah pada umumnya dilakukan dengan penggenangan secara terus-menerus, di lain pihak kesediaan air semakin terbatas. Untuk itu, diperlukan peningkatan efisiensi penggunaan air melalui usaha tani hemat air.

SRI sebagai solusi
Teknik budi daya padi SRI (System of Rice Intensification) adalah metode yang sangat tepat untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut di atas. Paling tidak ada empat alasan utama perlu dikembangkannya SRI. Pertama, metode SRI terbukti mampu menghasilkan produktivitas padi yang tinggi di atas rata-rata nasional. Kedua, SRI juga dapat menghemat penggunaan air sampai 40%. Penggunaan bibit juga dapat dihemat sampai 80%, sehingga dapat mengurangi biaya usaha tani.

Ketiga, SRI mampu memulihkan kesuburan lahan dan mampu memelihara keberlanjutan produktivitas lahan. Keempat, metode SRI dikenal ramah lingkungan karena a) memitigasi terjadinya polusi asap akibat berkurangnya pembakaran jerami sehingga mampu menekan emisi gas CO2, b) memitigasi emisi gas metan yang dihasilkan oleh proses reduksi (anaerob) akibat penggenangan sawah, c) mitigasi emisi CO2 dan metan (CH4) akan menekan produksi GRK (gas rumah kaca) yang dapat memicu pemanasan global, d) daur ulang limbah (sampah) menjadi prinsip SRI, sehingga penumpukan sampah dapat dihindari, e) aplikasi bahan kimia (agrochemical) sangat dibatasi, kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan akibat kontaminasi dengan bahan dan residu kimia dapat dicegah, dan f) produk beras SRI dapat digolongkan sehat, karena tidak diproduksi dengan pupuk kimia dan pestisida sintetis.

Mudah dipahami
Berdasarkan pengalaman penulis, metode ini tidak sulit dipahami oleh para petani. Metode ini tidak jauh berbeda dengan apa yang mereka dapatkan dulu dari para karuhun. Jauh sebelum pupuk dan antihama kimia masuk ke Indonesia, orang tua mereka telah bertani dengan metode yang mirip dengan metode SRI. Orang tua mereka dulu bertani dengan hanya menggunakan sumber daya yang ada di sawah, seperti pupuk dengan menggunakan kotoran hewan, daun, dan sampah. Demikian juga dengan antihama, mereka telah mengenal tumbuhan antihama yang banyak terdapat di ladang atau di sawah.

Faktor penting dalam penerapan metode SRI di sawah adalah penggunaan pupuk kompos. Setiap hektare sawah membutuhkan minimal delapan ton kompos. Kompos dibuat oleh petani sendiri dengan memanfaatkan bahan baku yang ada di sekitar, seperti kotoran hewan (kohe), jerami, dedak padi, rumput, daun, dan sampah rumah tangga.

Proses pengomposan dilakukan selama musim pemeliharaan tanaman, yaitu 3-4 bulan. Ketika musim tanam berikutnya, petani telah memiliki persediaan kompos yang cukup untuk ditaburkan di lahan sawah sebagai pupuk dasar pengganti urea.

Pemberian kompos dimaksudkan untuk membentuk kembali struktur tanah, sehingga bisa berfungsi sebagai bioreaktor yang akan menggerakkan kembali siklus nutrisi dengan peran utama mikroorganisme serta biota tanah.

Dalam sistem persawahan biasa, lahan lebih banyak digenangi air, akibatnya pasokan air yang cukup menjadi penting. Sebaliknya pada sistem SRI, kebutuhan air diperlukan hanya setengah hingga sepertiga dari cara konvensional. Lahan sawah dikondisikan lembap atau macak-macak tanpa digenangi. Hal ini menghemat penggunaan air sampai 60%.

Bibit tanaman padi yang digunakan adalah bibit yang berumur muda, yaitu antara 7-10 hari di persemaian. Kemudian bibit ditanam di lahan sawah dengan jumlah satu bibit untuk satu lubang tanam (dapuran). Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi persaingan atau kompetisi dalam mendapatkan hara makanan. Tanam bibit tunggal dan jarang dimaksudkan agar pertumbuhan padi menjadi maksimal, anakan yang dihasilkan menjadi lebih banyak dan sehat. Rata-rata anakan yang dihasilkan lebih dari enam puluh batang. Pertumbuhan ini didukung dengan penyebaran akar yang luas dan kokoh, sehingga memungkinkan akar menyerap nutrisi secara efektif. Sistem ini mengakibatkan penggunaan bibit menjadi lebih sedikit. Untuk satu hektare sawah membutuhkan tidak lebih dari 6 kg bibit.

Penggunaan pupuk kimia tambahan seperti urea, NPK, KCL, dan ZA dalam metode SRI ditiadakan. Karena kita tahu pupuk kimia inilah yang menyebabkan terjadinya degradasi kesuburan tanah. Sebagai gantinya, petani diajarkan membuat pupuk yang berbasis mikroba dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, seperti buah maja, air kelapa, kotoran ternak, bekicot yang dihancurkan, daun-daunan atau sayur-sayuran. Hasil fermentasi alami dari bahan-bahan ini dapat disemprotkan setiap saat di lahan sawah.

Masalah hama dan penyakit tanaman pada padi dapat dicegah dengan cara pengendalian hama terpadu. Cara ini lebih kepada upaya mengendalikan berbagai unsur-unsur ekosistem di lahan sawah. Cara tanam SRI dapat menekan gangguan hama secara sangat berarti tanpa harus menggunakan bahan kimia antihama.

Menurut pakar SRI dari ITB, Dr. Mubiar Purwasasmita, banyak jenis serangga yang hidup bersama dengan tumbuhnya tanaman padi, namun mereka tidak sempat menjadi hama karena dengan cara saksama kondisi mikro-klimatnya tidak memberi cukup waktu kepada serangga untuk dapat berkembang biak secara leluasa. Serangan keong pun dapat ditekan karena tanah tidak direndam. Kegiatan pengendalian hama terpadu secara mandiri oleh petani memungkinkan terjadinya penghematan dalam penggunaan racun hama kimia.

Proses penyiangan dilakukan lebih dari empat kali. Penyiangan ini dimaksudkan bukan saja untuk menghilangkan gulma tetapi terutama untuk menjaga pasokan udara ke dalam tanah. Pengurangan satu kali penyiangan dapat menurunkan produksi padi hingga 1,2-1,5 ton/ha.

Dalam metode SRI bukan saja tingkat produktivitas padi yang tinggi dapat dicapai tetapi juga meningkatkan struktur dan kondisi lahan sawah serta membaiknya lingkungan hidup biotik di persawahan.
Melalui penerapan metode SRI kita dapat melakukan perubahan untuk peningkatan produksi padi yang lebih tinggi, lebih baik mutunya, lebih sehat dan berkesinambungan, semoga. ***

Kabelan Kunia, penggiat dan praktisi pertanian padi organik SRI Pusat Penelitian Bioteknologi ITB.

Senin, Juni 08, 2009

Mikroba Penghasil Listrik

Tulisan ini telah dimuat di Koran Jakarta, Selasa, 07 April 2009 01:34 WIB

Energi listrik bisa dihasilkan dari mikroba. Kemampuannya berpindah dengan cara menggerakkan elektron-lah yang menjadikan mikroba jenis geobacter bisa menghasilkan listrik sekaligus menguraikan limbah.

Usaha untuk menemukan sumber energi alternatif pengganti fosil sudah mulai dilakukan sejak awal abad ke-19. Berbagi jenis sumber energi pun dicari dan dikembangkan agar bisa difungsikan sebagai bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi itu adalah mikroba. Adalah MC Potter, seorang dosen botani di Universitas Durham, Inggris, berhasil menghasilkan listrik dari mikroba pada 1912.

Saat itu, Potter mampu menghasilkan listrik dari bakteri Escherichia coli (E coli). Namun, penelitian Potter kala itu kurang menjanjikan karena daya listrik yang dihasilkan sangat kecil. Penelitian mengenai mikroba yang memungkinkan menghasilkan listrik dikembangkan ilmuwan-ilmuwan lain. Pada 1931, Barnet Cohen berhasil menghasilkan listrik berdaya 35 volt dari mikroba. Penelitian terus berlanjut yang salah satunya memunculkan unsur hidrogen dari hasil dari hasil fermentasi glukosa. Hidrogen berperan penting dalam pembentukan energi listrik. Sayangnya, penelitian kali itu terkendala pada sifat sel yang tidak stabil dari produksi hidrogen.

Percobaan terakhir yang tergolong berhasil adalah percobaan yang dilakukan peneliti dari Universitas Queensland, Australia. Mereka berhasil membuat prototipe Microbial Fuel Cell (MFC) pada 2007. Prototipe itu mampu menghasilkan listrik 2 kilowatt dan 660 galon air bersih. Untuk menghasilkan listrik sebanyak itu, para peneliti dari Universitas Queensland memberikan “umpan” berupa air limbah hasil proses fermentasi bir.

Pada prinsipnya, MFC dapat menghasilkan listrik karena memanfaatkan elektron dari proses metabolisme mikroba pada kondisi anaerob (tidak ada udara). Pada kondisi itulah mikroba mampu menguraikan glukosa, asetat, butirat, atau air limbah menjadi karbondioksida, proton (ion H+), dan elektron. Elektron hasil penguraian dialirkan ke sebuah rangkaian listrik melalui anoda dan katoda.

Energi listrik itulah yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. “Jadi energi listrik itu tidak semerta-merta dihasilkan oleh mikroba Geobacter (mikroba penghasil listrik). Bahkan, mikroba ini membutuhkan energi lain untuk menghasilkan listrik,” ujar Heddy Sulistiono, Kepala Bidang Mikrobiologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Proses Panjang

Proses yang dilalui sampai menghasilkan listrik sebenarnya cukup kompleks. Komponen-komponen tertentu harus disiapkan agar semua tahapan dapat dilakukan dengan sempurna. Komponen-komponen yang dimaksud adalah ruang anoda, ruang katoda, anoda, katoda, dan membran penukar proton.

Ruang Anoda merupakan ruangan yang dikondisikan kedap udara untuk menciptakan kondisi anaerob agar proses metabolisme mikroba dapat berlangsung. Mikroba sengaja dibiakkan dalam ruang anoda. Agar mikroba mampu berkembang biak maka perlu ditambah substrat seperti glukosa. Mikroba yang dapat dibiakkan di ruang anoda yang anaerob, antara lain Shewanella putrefaciens dan Aeromonas hydrophila.

Mikroba yang bermetabolisme di dalam ruang anoda akan menghasilkan produk berupa karbon dioksida (CO2), proton, dan elektron. Menjaga ruang anoda benar-benar tidak memiliki udara sangat penting agar reaksi antarsenyawa benar-benar berhasil. Kalau saja ada udara yang masuk (aerob), oksigen akan menjadi akseptor (penerima) elektron terakhir dan air akan terbentuk setelahnya. Kalau sudah seperti itu, elektron tidak bisa dialirkan ke anoda.

Setelah elektron tercipta, keberadaan anoda menjadi sangat penting. Pasalnya, anoda berperan sebagai sebuah elektroda yang menjadi akseptor elektron. Kemudian elekton yang diterima anoda akan mengalir ke ruang katoda melalui rangkaian listrik. Hanya elektron yang dapat melewati sistem anoda-katoda, sedangkan proton dipindahkan dengan menggunakan membran penukar proton atau yang disebut membran semipermiabel. Dengan adanya membran itu, proton dapat dilewatkan ke ruang katoda, yang lain tidak.

Di ruang katoda, elektron dan proton bertemu. Pertemuan keduanya terjadi di sebuah elektroda yang disebut katoda. Kondisi ruang katoda harus aerob. Kehadiran oksigen penting untuk menerima elektron dari katoda. Oksigen itulah yang akan bereaksi dengan proton hingga membentuk molekul air (H2O).

Satu hal yang tidak boleh terlewat dari MFC adalah keberadaan mikrobanya. Saat ini, mikroba dari jenis Geobacter metallireducens menjadi “bahan” utama penghasil listrik. Mikroba itu memiliki karakteristik yang sesuai dengan proses yang telah dijelaskan di atas. “Sebenarnya, jenis mikroba yang dapat menghasilkan listrik tidak hanya Geobacter metallireducens. Sampai saat ini, penelitian mengenai mikroba yang mampu menghasilkan listrik terus berlangsung,” ujar Kabelan Kunia MSi, peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi Institut Teknologi Bandung (ITB).

Sampai saat ini, yang terekspos memang bakteri jenis Geobacter sebagai penghasil listrik. Seperti banyak jenis mikroba lain, bakteri dari keluarga Geobacteraceae itu dapat memakan dan hidup dengan mengurai material organik. Selain itu, bakteri bersifat anaerob (tidak membutuhkan oksigen untuk hidup). Dan yang terpenting, mereka memiliki kemampuan untuk berpindah dengan cara menggerakkan elektron. Kemampuan itulah yang menjadikan bakteri geobacter mampu menguraikan limbah sekaligus menghasilkan listrik.

Geobacter metallireducens merupakan mikroba pertama yang mampu mengoksidasi (melepaskan elektron dari suatu partikel) bahan organik menghasilkan karbon dioksida. Geobacter metallireducens mendapat tenaga dengan memanfaatkan oksida (senyawa oksigen) dari besi. Apa yang dilakukan Geobacter metallireducens itu sama persis seperti manusia menghirup oksigen. (yst/L-2)

Sabtu, Mei 09, 2009

AIR, BENCANA dan HIKMAH

Oleh : Kabelan Kunia*

SBY dan Banjir (Sumber photo: Kompasiana)

Hati kita terenyuh ketika menyaksikan saudara-saudara kita di Situ Gintung yang tertimpa musibah mengenaskan, hantaman air yang diikuti dengan terjangan maut pohon, rumah, lumpur dan bebatuan beberapa waktu lalu. Air bendungan bercampur lumpur membabat harta benda dan nyawa manusia yang tidak pernah membayangkan malapetaka itu akan datang.

Tiba-tiba kita semua tercenung, apakah ini semua ujian atau murka-Nya kepada kita umat manusia?

Kalau kita mau jujur, bencana ini adalah merupakan jawaban yang sama-sama kita patrikan dalam hati kita, meski sebenarnya kita tidak menerima semuanya. Tapi, sekali lagi, kalau kita mau sedikit membuka hati dan kalbu kita, sesungguhnya jawaban itu bergantung kepada kearifan kita. Kiranya kebenaran dari jawaban tersebut adalah tanggung jawab kita semua untuk menindaklanjutinya.

Ketika air yang berjatuhan dari langit kian kerap, berarti musim hujan telah tiba. Ini adalah keniscayaan. Ada kemarau pasti ada hujan. Hujan menurunkan air yang melimpah membasahi permukaan bumi nan dahaga. Kemudian air mengalir di sungai-sungai besar dan kecil bahkan di antara selokan sempit tak terurus di samping rumah-rumah serta merambah di antara sempadan sawah yang kerontang. Perut bumi leluasa meneguk luapan air lewat pori-pori tanah yang kering dan mengangah. Tumbuh-tumbuhan berlomba melahap tetesan air di ujung daun yang kering dan melalui anak-anak akar yang kecut.

Menjelang musim hujan, sontak kita diingatkan datangnya banjir. Belajar dari pengalaman, manakala musim hujan tiba, banjir menjadi rangkaian hurup yang senantiasa menghiasi halaman muka di koran-koran dan sorotan berita di berbagai media elektronik nasional. Kiranya ada korelasi positif yang sangat signifikan antara turunnya hujan dan terjadinya banjir.

Setiap memasuki musim hujan, di Jawa Barat selalu terjadi bencana alam tanah longsor. Bahkan menurut Kepala Sub. Direktorat Mitigasi Bencana Geologi Dr. Ir. Surono, dari seluruh wilayah Indonesia, di daerah yang gemah ripah loh jinawi ini longsor paling sering terjadi dengan korban yang paling banyak. Karenanya menurut beliau, Jabar menempati urutan pertama daerah paling rawan terjadinya bencana alam tanah longsor di Indonesia (Pikiran Rakyat, 18/09/03).

Dengan peta yang ada, ironisnya kerapkali kita alpa memanfaatkan peristiwa bencana sebagai pengalaman yang berharga. Kita tidak pernah mencoba berpikir proaktif, sehingga bencana dianggap tidak lebih dari peristiwa lumrah yang sesungguhnya harus terjadi dan korban dari musibah ini kita anggap sewajarnya karena memang itu suratan takdir yang mesti dijalani. Belum pernah kita menjadikan semuanya sebagai pelajaran untuk sedini mungkin mencegah bahkan mengatasinya.

Bencana banjir menenggelamkan rumah penduduk, merusak jalan-jalan, menumbangkan pohon besar dan kecil, menghanyutkan anak-anak bahkan orang dewasa serta meluluh-lantakkan berbagai fasilitas umum; tiang listrik, saluran irigasi bahkan jembatan besi sekalipun.

Kenapa air jadi seberingas itu? Air yang tenang, lembut dan mengalir hanya berdasarkan alur sungai yang dilalui, tiba-tiba sangat garang dan mematikan. Air berjalan meliuk-liuk menuruni alur dari dataran tinggi ke bagian yang rendah hingga muara sungai pada lautan lepas. Manakala melalui alur yang terjal dan berbatu, air pun berisik menghempas bebatuan kokoh.

Air pun mengalir dengan derasnya dengan suara gemericik bak alunan orkestra alam nan syahdu. Ketika melewati alur yang dalam dan gelap, air pun melenggok gemulai seolah tak ada riak sedikitpun, di daerah ini lalu-lalang mahluk air dan biasanya banyak orang berburu ikan dan mahluk air lainnya. Suatu ketika air harus melewati tebing yang curam dan terjal, air pun terjun meliuk-liuk bak penari kemudian jatuh terhempas pada bebatuan di lembah sembari membercikkan air dan membalurkan pandangan dengan kebulan embun yang memutih.

Kemudian jadilah dia sebuah objek wisata yang menakjubkan dan mempesona mata ketika memandangnya. Sepakat kita menamakannya air terjun.

Sungguh luar biasa pesona yang ditampakkan oleh air ini yang semata-mata adalah keberkahan yang diberikan kepada mahluk-Nya.

“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang…..” (QS. Ar ra’d : 17).

Pun dalam surat An Nahl ayat 10 Allah SWT bahkan mengaku bahwa, “Dia-lah, yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.”

Sebenarnya kalau kita cermati uraian dan pengakuan Allah SWT pada ayat-ayat di atas, mestinya kita sangat menyadari benar bahwa air yang ‘jatuh’ dari langit kemudian mengalir di sungai-sungai semata-mata buat keberhidupan kita, hewan bahkan tumbuh-tumbuhan. Tidakkah hewan dan tumbuhan pun diciptakan untuk dijadikan pelengkap untuk memenuhi keberlangsungan hidup manusia? Namun, hewan-hewan kita buru dengan aniaya, begitupun hijaunya tumbuh-tumbuhan yang kita lahap untuk memenuhi hajat kita sebagai sang “penguasa” yang lapar lagi dahaga.

Dia yang Maha Memiliki dalam surat Yunus: 24 telah mengingatkan manusia, “…..Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berfikir.”

Sebagai manusia yang tak memiliki kuasa atas apapun, kita tidak mengerti benar, apakah musibah banjir yang disebabkan oleh hujan deras mengguyur, semata-mata merupakan ujian atau azab yang dilimpahkan oleh yang Maha Kuasa atas kesombongan dan keangkuhan kita sebagai manusia.

Pertanyaannya adalah kenapa Allah SWT memberikan ujian dan azab itu kepada kita? Sesungguhnya jawaban itu ada pada diri kita sendiri. Setiap kita sebenar-benar dan sesadar-sadarnya mengetahui jawaban tersebut. Kita sebagai manusia telah berlaku semena-mena terhadap alam yang kita huni. Alam telah kita aniaya sedemikian rupa. Setiap waktu kita keruk “harta” alam yang melimpah dengan keserakahan dan kesombongan luar biasa.

Tidak pernah terlintas dalam rongga otak kita bahwa setiap yang dikeruk dengan membabi-buta, suatu ketika akan habis dan dampak yang tersisa berupa musibah, kecelakaan dan malapetaka pasti akan menghampiri cepat atau lambat.

Jadi, sangat wajar bilamana alam kemudian sangat murka. Air yang merupakan bagian dari alam akan meluapkan kemarahannya karena telah diperlakukan aniaya. Kini, air yang tenang-tenang namun menghanyutkan. Menghanyutkan kesombongan manusia yang begitu melampaui batas.

Alam adalah anugerah yang mesti dimanfaatkan sebaik mungkin, bukan hanya sekarang tapi juga buat generasi mendatang. Tidak pada tempatnya kalau lantas alam dianggaap sebagai entitas yang harus dikuasai dan dihabisi, namun harus diakrabi dengan kasih sayang, sehingga tercipta hubungan timbal balik saling membutuhkan dan menguntungkan.

Mudah-mudahan dengan sederet bencana yang mencengkeram kita, membuat bangsa ini makin dewasa dan tanggap untuk mengambil segala tindakan untuk meredam murka jagad yang terusik, semoga (belankunia@yahoo.com)

Rabu, April 29, 2009

Apel, Mengatasi Beragam Penyakit

Oleh Kabelan Kunia
Artikel ini telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat Edisi 23 April 2009

“M AKANLAH apel setiap hari dan tubuh akan terhindar dari penyakit". Demikian makna peribahasa Inggris, "An apple a day keeps the doctor away".

Di negara-negara maju, seperti di Amerika dan Eropa, kalimat ini bukan saja sangat populer, tapi juga diyakini masyarakatnya, dengan mengonsumsi sebutir apel sehari, seseorang akan tetap sehat. Bukan hanya penyakit ringan seperti flu dan diare yang bisa ditangkal dengan apel, tapi juga kanker, serangan jantung dan stroke.

Luar biasa bukan?Di dalam buah 'meja' ini terkandung banyak sekali zat yang bersifat mencegah atau menyembuhkan sejumlah penyakit. Tak heran, di berbagai negara maju, termasuk Amerika Serikat diproduksi obat yang disebut 'pil apel'.Menurut para ilmuwan, salah satu kandungan zat dalam buah apel mampu mengatasi insomnia. Christoph Hufeland, pakar obat-obatan alamiah, senantiasa menganjurkan pasien insomnia rajin makan apel.

Banyak bukti, para penderita insomnia bisa tidur nyenyak setelah mengonsumsi apel. Hal ini dimungkinkan karena dalam buah apel terdapat mineral magnesium plus kalsium yang berkhasiat sebagai obat penenang alami. Dampaknya memang sangat positif, sebab selagi kita tidur, tubuh secara otomatis akan mereparasi seluruh sel yang telah aus, rusak atau yang mati, sehingga peredaran darah lancar dan tubuh menjadi kuat kembali.

Peneliti dari Amerika, Prof.Dr. Ancel Keys mengatakan, zat yang terkandung dalam apel mampu mengatur pembagian gula darah dalam tubuh, sehingga orang dapat tidur nyenyak setelah memakannya.

Peneliti lain, Dr. Jeffry S. Hyams berpendapat, zat yang terkandung dalam apel mengatur perkembangan bakteri dalam usus, sehingga peredaran darah menjadi lancar dan pertahanan tubuh menjadi kuat.Sementara Prof. Josef Jagic dari Wina berpendapat, zat yang terkandung dalam apel mampu melarutkan garam dan air yang berlebihan di dalam tubuh.

Menurutnya, apel sangat cocok untuk pasien tekanan darah tinggi dan dapat mencegah sakit jantung.

Sumber Gizi dan Obat
Pemahaman mengenai apel sebagai 'obat' sudah dikenal masyarakat sejak zaman baheula. Hipocrates, seorang dokter dari Yunani pada 460-377 SM, menganjurkan orang yang jantungnya lemah, usus dan ginjalnya bermasalah, supaya rajin makan apel.

Para peneliti berpendapat, yang bertanggung jawab terhadap efek menyehatkan dari apel tidak lain adalah antioksidan. Para dokter dan ahli farmasi sepakat, dalam apel, selain terkandung vitamin juga terdapat zat pektin (serat alami) yang bersifat melindungi tubuh dari infeksi. Pektin adalah senyawa polisaccharida yang bisa larut dalam air dan membentuk cairan kental (jelly) yang disebut mucilage/mucilagines. Cairan ini dapat berfungsi sebagai pelindung yang melapisi selaput lendir lambung dan usus. Dinding lambung dan usus akan terlindungi bila terdapat luka, kuman atau toksin. Pektin juga dikenal sebagai antikolesterol. Bila berinteraksi dengan vitamin C dapat menurunkan kolesterol darah. Selain itu, pektin juga dapat menyerap kelebihan air dalam usus dan memperlunak feses, serta mengikat dan menghilangkan racun dalam isi usus.

Karena itu, secara tidak langsung, apel bisa juga untuk mengobati penyakit mag, lambung dan diare.Manfaat lainnya, memperlambat reasorpsi dan menyerap lemak serta gula yang muncul setelah mengonsumsi karbohidrat. Karena penyerapan lemak itulah kadar kolesterol turun, penyakit darah tinggi pun dengan sendirinya diredam.Di samping itu buah apel hampir tanpa lemak dan kolesterol, sehingga cocok dimasukkan sebagai menu diet. Keluhan seperti sembelit pada orang diet tidak akan terjadi bila orang tersebut memasukan apel sebagai bagian dari menunya.Jenis dan khasiat.

Di Indonesia beredar berbagai jenis apel. Ada apel impor, ada apel lokal. Namun, dari sekian banyak apel, hanya ada satu jenis apel yang diyakini memiliki khasiat obat. Yaitu jenis apel romebeauty yang berwarna hijau dengan semburat merah. Apel jenis ini biasa dikenal dengan nama apel Malang. Rasanya memang lebih masam dibandingkan apel jenis lainnya.

Apel Malang banyak mengandung vitamin seperti vitamin A, B dan C serta mineral seperti belerang, zat besi, klor, fosfor, kalsium, magnesium, natrium, potassium dan silikon. Buah ini bisa digunakan untuk obat batuk, penghancur batu ginjal, melancarkan pencernaan, membersihkan tubuh dari racun dan mengobati peradangan di dalam tubuh.

Apel mengandung 50% lebih banyak vitamin A dibandingkan jeruk. Vitamin ini berfungsi untuk menyembuhkan influenza dan infeksi lainnya. Khasiat lainnya menjaga mata dalam kondisi baik dan mencegah kebutaan. Apel memiliki kandungan vitamin C dan B yang penting untuk mempertahankan kesehatan saraf. Vitamin C juga merupakan antioksidan dan berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh juga penting untuk pembentukan tulang dan gigi.

Pada tahun 1978, Konowalchuck memublikasikan artikel berjudul Antiviral Effect of Apple Beverages. Ia menulis, sari buah apel sangat baik diminum untuk melawan berbagai serangan infeksi virus. Dalam buku lain, Natural Remedies, dosis apel yang bisa melindungi tubuh dari virus adalah tiga kali sehari satu buah atau segelas jus apel. Menurut penelitian US Apple Association pada tahun 1992, diberitakan apel mengandung boron yang membantu tubuh wanita mempertahankan kadar estrogen pada saat menopause. Gangguan penyakit pada saat menopause, seperti ancaman penyakit jantung dan kekeroposan tulang karena berkurangnya hormon estrogen, bisa dicegah dengan boron yang terkandung dalam apel.

Penelitian lain mengungkapkan, apel kaya akan serat, fitokimia dan flavonoid. Bahkan menurut Institut Kanker Nasional Amerika Serikat, apel paling banyak mengandung flavonoid dibandingkan dengan buah-buahan lain. Zat ini, menurut laporan tersebut, mampu menurunkan risiko terkena penyakit kanker paru-paru sampai 50%.

Fakta ini didukung sebuah penelitian lain di Welsh, Inggris yang menunjukkan konsumsi buah apel secara teratur akan membuat paru-paru berfungsi lebih baik. Selain itu, ada kabar baik untuk kaum pria, hasil penelitian Mayo Clinic, Rochester di Amerika Serikat yang dimuat dalam jurnal Carcinogenesis pada tahun 2001 membuktikan, kuersetin (quacertin), sejenis flavonoid yang terkandung dalam apel dapat membantu mencegah pertumbuhan sel kanker prostat. Kuersetin adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secara biologis amat kuat. Bila vitamin C memiliki aktivitas antioksidan 1, maka kuersetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7. Fitokimia di dalam apel dapat berfungsi sebagai antioksidan yang melawan kolesterol 'jahat' (Low Density Lipoprotein/LDL) yang potensial menyumbat pembuluh darah. Antioksidan ini dapat mencegah kerusakan sel-sel atau jaringan pembuluh darah. Pada saat bersamaan, antioksidan akan meningkatkan kolesterol 'baik' (High Density Lipoprotein/HDL) yang bermanfaat untuk mencegah penyakit jantung, pembuluh darah dan stroke.

Secara spesifik pada sebuah penelitian awal, terbukti dalam apel ditemukan asam D-glucaric yang bermanfaat mengatur kadar kolesterol. Jenis asam ini mampu mengurangi kolesterol 'jahat' hingga 35%. Penelitian di Cornell University, AS membuktikan zat fitokimia yang terdapat pada apel bermanfaat menghambat pertumbuhan sel kanker usus sebesar 43%.

Fitokimia lain pada apel yang memiliki aktivitas antikanker adalah asam elagat, asam kafeat, asam klorogenat dan glutation (glutathione). Asam elagat berperan sebagai "obat" antikanker generasi baru, dengan aksi utama melindungi kromosom dari kerusakan dan menghambat aksi dari banyak karsinogen (bahan pencetus kanker), seperti asap rokok (dikenal secara kolektif sebagai polycylic aromatic hydrocarbons dan bahan-bahan kimia beracun seperti benzopyrene).

Sementara glutation adalah bahan antikanker penting yang menangkal efek racun dari logam berat, seperti timah hitam. Zat tersebut juga dapat mengeliminasi pestisida dan bahan pelarut.Selain yang diterangkan di depan, banyak yang meyakini, makan buah apel membuat keringat lebih wangi.

Di samping kandungan zat-zat yang telah disebutkan di atas, apel juga mengandung tannin berkonsentrasi tinggi. Tannin, seperti ditulis jurnal American Dental Association pada tahun 1998, mengandung zat yang dapat mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi yang disebabkan tumpukan plak. Tidak hanya itu, tannin juga berfungsi mencegah infeksi saluran kencing dan menurunkan risiko penyakit jantung.

Nah, tunggu apalagi? Rajinlah mengunyah apel dalam waktu luang Anda.***

Selasa, April 21, 2009

Menggugat Kepahlawanan Kartini

Oleh Kabelan Kunia

Hari ini sudah dipastikan sebagai peringatan Hari Kartini. Mulai dari Taman Kanak-kanak yang biasanya dirayakan dengan mewajibkan anak belia memakai pakaian nasional, pakaian tradisional ataupun asesoris yang berhubungan dengan kebaya, blankon dan lain-lain. Sebenarnya saya sangat bingung menghubungkan dengan perayaan hari Kartini dengan tetek bengek pakaian dan busana tradisonal. Apresiasi cinta tanah airkah? Atau karena RA Kartini di photo-photonya yang terpangpang di depan kelas waktu kita sekolah dulu menggunakan kebaya? Wah, kalau karena ini alasannya, kita semua rupanya harus dipertanyakan kewarasannya.

Sebenarnya perdebatan saya dengan perayaan hari Kartini ini bermula ketika istri saya sendiri sebagai salah seorang sosok wanita Indonesia yang mempertanyakan ketokohan Kartini sebagai seorang pahlawan Nasional sekaligus mencari kira-kira kontribusi apa yang Kartini lakukan terhadap bangsa Indonesia pada saat itu.

Waktu itu, saya tidak ngeh dengan argumentasi istri saya. Tapi setelah saya banyak merenung, membaca beberapa file sejarah RA Kartini kemudian menyaksikan fenomena anak bangsa terutama para wanita Indonesia yang berlindung dibalik RA Kartini dengan jargon emansipasi wanita dan sebagainya. Kesimpulan saya, bangsa kita sudah terjebak dalam kultus individu terhadap Kartini, mendewakan dan menganggap pemikiran beliau sangat maju dan parahnya emansipasi sudah diartikan menyimpang oleh sebagian besar wanita Indonesia.

Kalau saja kita mau membandingkan perjuangan RA Kartini dengan beberapa pahlawan wanita hebat, seperti di tanah Pasundan ada Dewi Sartika yang secara real jelas perjuangannya terhadap nasib para wanita pribumi khususnya di tatar Pasundan. Beliau mendidik dan menfasilitasi wanita pribumi dengan medirikan sekolah, yang sampai saat ini masih eksis di Bandung.

Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.

Bangsa ini juga punya pahlawan wanita pemberani yang berjuang mengusir penjajah dengan rencongnya, yaitu Cut Nyak Dien. Ada juga pahlawan dari Aceh yang tidak banyak ditulis di buku sejarah seperti Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah.

Di Aceh, kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati (dikutip dari Artikel Adian Husaini).

Seorang sejarahwa Prof. Harsja W. Bachtiar menyebutkan seorang lagi tokoh wanita yaitu Siti Aisyah We Tenriolle. Wanita ini bukan hanya dikenal ahli dalam pemerintahan, tetapi juga mahir dalam kesusastraan. B.F. Matthes, orang Belanda yang ahli sejarah Sulawesi Selatan, mengaku mendapat manfaat besar dari sebuah epos La-Galigo, yang mencakup lebih dari 7.000 halaman folio. Ikhtisar epos besar itu dibuat sendiri oleh We Tenriolle. Pada tahun 1908, wanita ini mendirikan sekolah pertama di Tanette, tempat pendidikan modern pertama yang dibuka baik untuk anak-anak pria maupun untuk wanita.

Pada akhirnya seperti tulisan Prof. Prof. Harsja W. Bachtiar, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Dewi Sartika atau Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Belanda memilih Kartini sebagai ikon emansipasi? Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu?

Kartini bahkan menurut saya, menyimpulkan dari beberapa tulisan sejarah telah 'berselingkuh' dengan penjajah, yaitu Belanda. Maka tidak aneh kalau kemudian tulisan dalam suratnya banyak diekspos dan diterbitkan oleh orang Belanda, yang notabene sahabatnya. Menurut saya agak aneh kalau seorang pribumi pada saat itu, dimana sebagian besar anak bangsa berjuang mengangkat senjata mengusir Belanda, sedang RA Kartini justru 'bermesraan' denga Nyonya Belanda untuk curhat tentang tanah airnya.

Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini, apalagi berkirim surat dengan orang Belanda. Cut Nyak Dien berani mempertaruhkan nyawanya demi mempertahankan tanah airnya yang ditindas Belanda, sampai akhirnya dia harus diusir dan meninggal.

Maka pada akhirnya saya mengajak kita semua anak bangsa merenungi fakta sejarah dan logika yang terkandung di dalamnya. Berhentilah kita mengkultuskan Kartini. Berhentilah kita memuja emansipasi yang sudah jelas merupakan tipu daya Barat untuk memecah umat Islam.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf buat para aktifis Emansipasi Wanita Indonesia.

Senin, April 20, 2009

Catatan Hari Kartini

Mengapa setiap 21 April kita memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan? Baca Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini ke-269

Oleh: Adian Husaini

Ada yang menarik pada Jurnal Islamia (INSISTS-Republika) edisi 9 April 2009 lalu. Dari empat halaman jurnal berbentuk koran yang membahas tema utama tentang Kesetaraan Gender, ada tulisan sejarawan Persis Tiar Anwar Bahtiar tentang Kartini. Judulnya: “Mengapa Harus Kartini?”

Sejarawan yang menamatkan magister bidang sejarah di Universitas Indonesia ini mempertanyakan: Mengapa Harus Kartini? Mengapa setiap 21 April bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?

Menyongsong tanggal 21 April 2009 kali ini, sangatlah relevan untuk membaca dan merenungkan artikel yang ditulis oleh Tiar Anwar Bahtiar tersebut. Tentu saja, pertanyaan bernada gugatan seperti itu bukan pertama kali dilontarkan sejarawan. Pada tahun 1970-an, di saat kuat-kuatnya pemerintahan Orde Baru, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsja W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik 'pengkultusan' R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia.

Dalam buku Satu Abad Kartini (1879-1979), (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990, cetakan ke-4), Harsja W. Bahtiar menulis sebuah artikel berjudul “Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita”. Tulisan ini bernada gugatan terhadap penokohan Kartini. “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut,” tulis Harsja W. Bachtiar, yang menamatkan doktor sosiologinya di Harvard University.

Harsja juga menggugat dengan halus, mengapa harus Kartini yang dijadikan sebagai simbol kemajuan wanita Indonesia. Ia menunjuk dua sosok wanita yang hebat dalam sejarah Indonesia. Pertama, Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh dan kedua, Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan. Anehnya, tulis Harsja, dua wanita itu tidak masuk dalam buku Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1978), terbitan resmi Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Tentu saja Kartini masuk dalam buku tersebut.

Padahal, papar Harsja, kehebatan dua wanita itu sangat luar biasa. Sultanah Safiatudin dikenal sebagai sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan ilmu pengatetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu. Di masa pemerintahannya, ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf. Ia juga berhasil menampik usaha-usaha Belanda untuk menempatkan diri di daerah Aceh. VOC pun tidak berhasil memperoleh monopoli atas perdagangan timah dan komoditi lainnya. Sultanah memerintah Aceh cukup lama, yaitu 1644-1675. Ia dikenal sangat memajukan pendidikan, baik untuk pria maupun untuk wanita.

Tokoh wanita kedua yang disebut Harsja Bachriar adalah Siti Aisyah We Tenriolle. Wanita ini bukan hanya dikenal ahli dalam pemerintahan, tetapi juga mahir dalam kesusastraan. B.F. Matthes, orang Belanda yang ahli sejarah Sulawesi Selatan, mengaku mendapat manfaat besar dari sebuah epos La-Galigo, yang mencakup lebih dari 7.000 halaman folio. Ikhtisar epos besar itu dibuat sendiri oleh We Tenriolle. Pada tahun 1908, wanita ini mendirikan sekolah pertama di Tanette, tempat pendidikan modern pertama yang dibuka baik untuk anak-anak pria maupun untuk wanita.

Penelusuran Prof. Harsja W. Bachtiar terhadap penokohan Kartini akhirnya menemukan kenyataan, bahwa Kartini memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan ke depan sebagai pendekar kemajuan wanita pribumi di Indonesia. Mula-mula Kartini bergaul dengan Asisten-Residen Ovink suami istri. Adalah Cristiaan Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda, yang mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, agar memberikan perhatian pada Kartini tiga bersaudara.

Harsja menulis tentang kisah ini: “Abendanon mengunjungi mereka dan kemudian menjadi semacam sponsor bagi Kartini. Kartini berkenalan dengan Hilda de Booy-Boissevain, istri ajudan Gubernur Jendral, pada suatu resepsi di Istana Bogor, suatu pertemuan yang sangat mengesankan kedua belah pihak.”

Ringkasnya, Kartini kemudian berkenalan dengan Estella Zeehandelaar, seorang wanita aktivis gerakan Sociaal Democratische Arbeiderspartij (SDAP). Wanita Belanda ini kemudian mengenalkan Kartini pada berbagai ide modern, terutama mengenai perjuangan wanita dan sosialisme. Tokoh sosialisme H.H. van Kol dan penganjur “Haluan Etika” C.Th. van Deventer adalah orang-orang yang menampilkan Kartini sebagai pendekar wanita Indonesia.

Lebih dari enam tahun setelah Kartini wafat pada umur 25 tahun, pada tahun 1911, Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini dengan judul Door Duisternis tot Lich. Kemudian terbit juga edisi bahasa Inggrisnya dengan judul Letters of a Javaness Princess. Beberapa tahun kemudian, terbit terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922).

Dua tahun setelah penerbitan buku Kartini, Hilda de Booy-Boissevain mengadakan prakarsa pengumpulan dana yang memungkinkan pembiayaan sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Tanggal 27 Juni 1913, didirikan Komite Kartini Fonds, yang diketuai C.Th. van Deventer. Usaha pengumpulan dana ini lebih memperkenalkan nama Kartini, serta ide-idenya pada orang-orang di Belanda. Harsja Bachtriar kemudian mencatat: “Orang-orang Indonesia di luar lingkungan terbatas Kartini sendiri, dalam masa kehidupan Kartini hampir tidak mengenal Kartini dan mungkin tidak akan mengenal Kartini bilamana orang-orang Belanda ini tidak menampilkan Kartini ke depan dalam tulisan-tulisan, percakapan-percakap an maupun tindakan-tindakan mereka.”

Karena itulah, simpul guru besar UI tersebut: “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut.”

Harsja mengimbau agar informasi tentang wanita-wanita Indonesia yang hebat-hebat dibuka seluas-luasnya, sehingga menjadi pengetahuan suri tauladan banyak orang. Ia secara halus berusaha meruntuhkan mitos Kartini: “Dan, bilamana ternyata bahwa dalam berbagai hal wanita-wanita ini lebih mulia, lebih berjasa daripada R.A. Kartini, kita harus berbangga bahwa wanita-wanita kita lebih hebat daripada dikira sebelumnya, tanpa memperkecil penghargaan kita pada RA Kartini.”

Dalam artikelnya di Jurnal Islamia (INSISTS-Republika, 9/4/2009), Tiar Anwar Bahtiar juga menyebut sejumlah sosok wanita yang sangat layak dimunculkan, seperti Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (kemudian pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Berikut ini paparan tentang dua sosok wanita itu, sebagaimana dikutip dari artikel Tiar Bahtiar.

Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.

Kalau Kartini hanya menyampaikan ide-idenya dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).

Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita. Di Aceh, kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati.

Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Abendanon memilih Kartini? Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu? Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.

Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas. “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan,” begitu kata Rohana Kudus.

Seperti diungkapkan oleh Prof. Harsja W. Bachtiar dan Tiar Anwar Bahtiar, penokohan Kartini tidak terlepas dari peran Belanda. Harsja W. Bachtiar bahkan menyinggung nama Snouck Hurgronje dalam rangkaian penokohan Kartini oleh Abendanon. Padahal, Snouck adalah seorang orientalis Belanda yang memiliki kebijakan sistematis untuk meminggirkan Islam dari bumi Nusantara. Pakar sejarah Melayu, Prof. Naquib al-Attas sudah lama mengingatkan adanya upaya yang sistematis dari orientalis Belanda untuk memperkecil peran Islam dalam sejarah Kepulauan Nusantara.

Dalam bukunya, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu ((Bandung: Mizan, 1990, cet. Ke-4), Prof. Naquib al-Attas menulis tentang masalah ini:

“Kecenderungan ke arah memperkecil peranan Islam dalam sejarah Kepulauan ini, sudah nyata pula, misalnya dalam tulisan-tulisan Snouck Hurgronje pada akhir abad yang lalu. Kemudian hampir semua sarjana-sarjana yang menulis selepas Hurgronje telah terpengaruh kesan pemikirannya yang meluas dan mendalam di kalangan mereka, sehingga tidak mengherankan sekiranya pengaruh itu masih berlaku sampai dewasa ini.”

Apa hubungan Kartini dengan Snouck Hurgronje? Dalam sejumlah suratnya kepada Ny. Abendanon, Kartini memang beberapa kali menyebut nama Snouck. Tampaknya, Kartini memandang orientalis-kolonial is Balanda itu sebagai orang hebat yang sangat pakar dalam soal Islam. Dalam suratnya kepada Ny. Abendanon tertanggal 18 Februari 1902, Kartini menulis:

”Salam, Bidadariku yang manis dan baik!... Masih ada lagi suatu permintaan penting yang hendak saya ajukan kepada Nyonya. Apabila Nyonya bertemu dengan teman Nyonya Dr. Snouck Hurgronje, sudikah Nyonya bertanya kepada beliau tentang hal berikut: ”Apakah dalam agama Islam juga ada hukum akil balig seperti yang terdapat dalam undang-undang bangsa Barat?” Ataukah sebaiknya saya memberanikan diri langsung bertanya kepada beliau? Saya ingin sekali mengetahui sesuatu tentang hak dan kewajiban perempuan Islam serta anak perempuannya.” (Lihat, buku Kartini: Surat-surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri dan Suaminya, (penerjemah: Sulastin Sutrisno), (Jakarta: Penerbit Djambatan, 2000), hal. 234-235).

Melalui bukunya, Snouck Hurgronje en Islam (Diindonesiakan oleh Girimukti Pusaka, dengan judul Snouck Hurgronje dan Islam, tahun 1989), P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok dan kiprah Snouck Hurgronje dalam upaya membantu penjajah Belanda untuk ’menaklukkan Islam’. Mengikuti jejak orientalis Yahudi, Ignaz Goldziher, yang menjadi murid para Syaikh al-Azhar Kairo, Snouck sampai merasa perlu untuk menyatakan diri sebagai seorang muslim (1885) dan mengganti nama menjadi Abdul Ghaffar. Dengan itu dia bisa diterima menjadi murid para ulama Mekkah. Posisi dan pengalaman ini nantinya memudahkan langkah Snouck dalam menembus daerah-daerah Muslim di berbagai wilayah di Indonesia.

Menurut Van Koningsveld, pemerintah kolonial mengerti benar sepak terjang Snouck dalam ’penyamarannya’ sebagai Muslim. Snouck dianggap oleh banyak kaum Muslim di Nusantara ini sebagai ’ulama’. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai ”Mufti Hindia Belanda’. Juga ada yang memanggilnya ”Syaikhul Islam Jawa”. Padahal, Snouck sendiri menulis tentang Islam: ”Sesungguhnya agama ini meskipun cocok untuk membiasakan ketertiban kepada orang-orang biadab, tetapi tidak dapat berdamai dengan peradaban modern, kecuali dengan suatu perubahan radikal, namun tidak sesuatu pun memberi kita hak untuk mengharapkannya.” (hal. 116).

Snouck Hurgronje (lahir: 1857) adalah adviseur pada Kantoor voor Inlandsche zaken pada periode 1899-1906. Kantor inilah yang bertugas memberikan nasehat kepada pemerintah kolonial dalam masalah pribumi. Dalam bukunya, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1985), Dr. Aqib Suminto mengupas panjang lebar pemikiran dan nasehat-nasehat Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial Belanda. Salah satu strateginya, adalah melakukan ‘pembaratan’ kaum elite pribumi melalui dunia pendidikan, sehingga mereka jauh dari Islam. Menurut Snouck, lapisan pribumi yang berkebudayaan lebih tinggi relatif jauh dari pengaruh Islam. Sedangkan pengaruh Barat yang mereka miliki akan mempermudah mempertemukannya dengan pemerintahan Eropa. Snouck optimis, rakyat banyak akan mengikuti jejak pemimpin tradisional mereka. Menurutnya, Islam Indonesia akan mengalami kekalahan akhir melalui asosiasi pemeluk agama ini ke dalam kebudayaan Belanda. Dalam perlombaan bersaing
melawan Islam bisa dipastikan bahwa asosiasi kebudayaan yang ditopang oleh pendidikan Barat akan keluar sebagai pemenangnya. Apalagi, jika didukung oleh kristenisasi dan pemanfaatan adat. (hal. 43).

Aqib Suminto mengupas beberapa strategi Snouck Hurgronje dalam menaklukkan Islam di Indonesia: “Terhadap daerah yang Islamnya kuat semacam Aceh misalnya, Snouck Hurgronje tidak merestui dilancarkan kristenisasi. Untuk menghadapi Islam ia cenderung memilih jalan halus, yaitu dengan menyalurkan semangat mereka kearah yang menjauhi agamanya (Islam) melalui asosiasi kebudayaan.” (hal. 24).

Itulah strategi dan taktik penjajah untuk menaklukkan Islam. Kita melihat, strategi dan taktik itu pula yang sekarang masih banyak digunakan untuk ‘menaklukkan’ Islam. Bahkan, jika kita cermati, strategi itu kini semakin canggih dilakukan. Kader-kader Snouck dari kalangan ‘pribumi Muslim’ sudah berjubel. Biasanya, berawal dari perasaan ‘minder’ sebagai Muslim dan silau dengan peradaban Barat, banyak ‘anak didik Snouck’ – langsung atau pun tidak – yang sibuk menyeret Islam ke bawah orbit peradaban Barat. Tentu, sangat ironis, jika ada yang tidak sadar, bahwa yang mereka lakukan adalah merusak Islam, dan pada saat yang sama tetap merasa telah berbuat kebaikan. [Depok, 20 April 2009/www.hidayatull ah.com]

Catatan Akhir Pekan [CAP] adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah. com