Kamis, Juli 24, 2008

Mengurangi Bau dengan Mikroba

Oleh Kabelan Kunia
Artikel ini telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 10 Juli 2008
http://newspaper.pikiran-rakyat.co.id/prprint.php?mib=beritadetail&id=22052

AKIBAT berlarut-larutnya pengadaan dan pengelolaan tempat pembuangan sampah (TPS) yang diupayakan oleh Pemerintah Kota Bandung, hingga kini banyak kita dapati sampah di TPS yang menumpuk, terutama di lokasi pasar-pasar tradisional. Kondisi ini makin diperparah dengan masih berlarut-larutnya permasalahan pembangunan PLTSa yang diakui oleh Wali Kota dan beberapa pakar mampu mengatasi permasalahan sampah di Kota Bandung yang sudah pada taraf mengkhawatirkan.

Penumpukan sampah di TPS sudah menjurus pada taraf membahayakan dari segi keselamatan warga, mengganggu kesehatan juga menimbulkan kemacetan di beberapa tempat, karena tumpukan sampah sudah memenuhi separuh badan jalan.

Apabila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, akan banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Selain masalah kesehatan, polusi bau, kemacetan, dan timbulnya berbagai penyakit, dampak lain yang perlu diwaspadai adalah tindak anarkistis dari warga yang secara spontan terlampiaskan. Pasalnya, masalah ini sudah mengganggu kenyamanan hidup mereka. Tindakan anarkistis ini timbul akibat luapan amarah yang tidak terkendali atas ketidakbecusan pemerintah dalam menangani sampah.

Bau tidak sedap yang sering ditimbulkan oleh sampah ataupun limbah lainnya adalah sesuatu yang tidak disukai semua orang. Bau sampah bisa menimbulkan rasa mual dan pusing bagi siapa saja yang menghirupnya. Bau sampah juga dapat mengakibatkan perseteruan berkepanjangan seperti yang terjadi antara Pemda DKI dan Pemda Bekasi, beberapa waktu yang lalu.

Mikroorganisme Pembusuk
Mikroorganisme pengurai sampah pada umumnya merupakan kelompok bakteri heterotrof. Bakteri jenis ini memanfaatkan sampah-sampah organik atau sisa makhluk hidup sebagai sumber energinya. Bakteri yang sering dijumpai dalam sampah antara lain bakteri nitrit (Nitrosococcus), bakteri nitrat (Nitrobacter), Clostridium, dan sebagainya.

Bau yang ditimbulkan oleh sampah sebetulnya merupakan hasil kerja bakteri. Sampah juga bisa menghasilkan bau menyengat karena menghasilkan gas-gas organik seperti metana. Agar sampah tidak menimbulkan bau menyengat, caranya bisa dengan mengubah komposisi mikroba yang ada dalam sampah.

Bakteri Clostridium merupakan mikroorganisme pembusuk utama, berperan dalam menguraikan asam amino dalam protein makhluk hidup, baik dari sampah tumbuhan maupun sampah hewan menjadi suatu senyawa amoniak.

Senyawa inilah yang menyebabkan timbulnya bau tidak sedap pada sampah. Jadi bila kita melewati tempat sampah tidak perlu menggerutu kesal karena bau. Ternyata bau sampah menjadi indikasi adanya "petugas mikro" pengolah sampah. Bayangkan jika sampah tidak berbau, kita akan lebih dipusingkan lagi akibat sampah-sampah tersebut akan tetap utuh.

Mikroba Pengusir Bau
Banyak cara yang sering digunakan untuk menghilangkan bau pada sampah, antara lain dengan memanfaatkan zeolit. Zeolit adalah mineral yang banyak ditemukan dalam batuan sedimen, terutama sedimen piroklastik. Penggunaan zeolit pada umumnya didasarkan kepada sifat-sifat kimia dan fisika zeolit, seperti adsorbsi, penukar ion, dan katalis. Batuan alam ini sering dimanfaatkan sebagai bahan pembuat tapal gigi yang bersifat antimikroba, penghilang bau napas, sebagai pemisah/pemurni/penyerap, adsorben limbah industri dan lingkungan, penyaring molekuler, penukar ion, penjerap bahan dan katalisator, terapi diare pada hewan (babi) serta memiliki daya serap terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli.

Sebuah formulasi mikroba yang diisolasi dari alam Indonesia berhasil ditemukan oleh peneliti di ITB. Formulasi yang diberi nama Bioclear ini merupakan konsorsium mikroba yang diperlukan untuk keseimbangan jumlah mikroba serta efektif mengurai limbah organik pada tumpukan sampah. Bioclear sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri penghasil gas dan bakteri pembusuk atau mikroba pengganggu yang terdapat pada tumpukan sampah, sehingga tidak menimbulkan bau, selalu bersih, dan tentunya bebas kuman penyakit yang membahayakan kesehatan warga.

Mikroba yang terdapat dalam formula ini berperan dalam menekan dan menghambat pertumbuhan mikroba "jahat" yang ada dalam tumpukan sampah. Peran mikroba pembusuk akan digantikan oleh mikroba dekomposer (pengurai) yang terdapat dalam formula Bioclear. Kemampuan menguraikan senyawa-senyawa yang terdapat dalam sampah oleh mikroba ini akan mempercepat proses dekomposisi sampah sekaligus akan mengurangi bau yang dihasilkannya.

Formulasi mikroorganisme juga telah diujicobakan pada peternakan ayam dan ternak lainnya. Bioclear sangat cocok digunakan untuk mengurangi bau pada kotoran ayam di kandang. Setelah menyemprot dengan formulasi mikrorganisme yang ada dalam Bioclaer ini, maka kotoran yang sering menghasilkan bau tidak sedap yang khas akan hilang.

Sebagai Pupuk
Mikroba sudah sejak lama dipergunakan dalam pertanian. Mikroba tertentu telah banyak diketahui perannya dalam memproduksi zat yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Kajian terhadap mikroba telah memberikan solusi bagi pencemaran limbah organik dan perbaikan sistem pertanian.

Kotoran ternak yang telah diberikan Bioclear ini dapat langsung digunakan sebagai pupuk organik (kompos). Mikroba yang terdapat dalam Bioclear berperan juga sebagai dekomposer yang mampu menguraikan senyawa-senyawa yang terdapat dalam kotoran ternak menjadi unsur hara yang dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman pertanian.

Mikroba yang terdapat dalam pupuk organik (kompos) yang baik terdiri atas campuran bakteri fotosintetik, bakteri fiksasi, bakteri laktat, dan ragi. Bila digunakan pada media tanah, air, atau pada limbah organik akan menghasilkan proses regenerasi terus-menerus dan meningkatkan proses oksidasi serta mampu mengintensifkan berbagai bentuk energi yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
(Kabelan Kunia, Pusat Penelitian Bioteknologi ITB)***

"Geobacter" Mikroba Penghasil Listrik

Oleh Kabelan Kunia
Artikel ini telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 24 Juli 2008
http://newspaper.pikiran-rakyat.co.id/prprint.php?mib=beritadetail&id=24361

SEMAKIN menipisnya cadangan energi yang tak terbaharukan untuk pembangkit energi listrik, membuat para peneliti bekerja keras menemukan alternatif pengganti yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi listrik. Salah satu yang sedang dicoba oleh tim peneliti dari NASA adalah teknologi pembangkit listrik dari mikroba.

Walaupun gagasan ini belum sepenuhnya berhasil menggantikan sumber energi lain yang ada, namun penyempurnaan terhadap hasil penelitian akan terus dilakukan, sehingga diharapkan akan diperoleh hasil yang optimal.

Pesawat luar angkasa dalam perjalanan ke Planet Mars, diperkirakan memiliki kru yang terdiri atas enam orang. Keenam astronot ini akan menghasilkan lebih dari enam ton limbah yang sebagian besar adalah limbah padat yaitu tinja. Jumlah yang sangat besar tentunya. Lalu, apa yang dapat dilakukan terhadap limbah ini?

Sekarang, feses astronot dapat dikirim kembali ke Bumi. Tapi, ke depannya ilmuwan di NASA akan berpikir untuk mendaur ulang, sebab limbah ini adalah sumber daya yang diperlukan astornot. Salah satunya dapat dijadikan air minum murni, untuk keperluan mereka di luar angkasa selama melakukan misinya. Juga dapat dijadikan pupuk. Bahkan, dengan bantuan mikroba tertentu yang unik dan spesifik, limbah ini dapat juga disulap menjadi listrik.

Geobacter metallireducens
Seperti banyak jenis mikroba, bakteri dari keluarga Geobacteraceae ini dapat memakan dan hidup dengan mengurai material organik. Mikroba geobacter yang pertama ditemukan di tambang batu bara di Sungai Potomac, Washington D.C. 1987. Bakteri ini bersifat anaerob, yaitu hidup pada tempat yang tidak ada oksigen. Mereka juga mempunyai kemampuan untuk berpindah, dengan cara menggerakkan elektron dalam metal. Kemampuan ini menjadikan bakteri geobacter, mampu menguraikan limbah sekaligus menghasilkan listrik.

Bakteri ini dikenal sebagai Geobacter metallireducens, adalah mikroba pertama yang mampu mengoksidasi bahan organik menghasilkan karbon dioksida. Geobacter metallireducens mendapat tenaganya dengan memanfaatkan oksida dari besi, dengan cara yang sama seperti manusia menghirup oksigen.

Spesies Geobacter dapat digunakan mengatasi pencemaran lingkungan. Misalnya, menguraikan tumpahan minyak di perairan menjadi karbon dioksida yang tak berbahaya. Spesies Geobacter mengubah kondisi lingkungan, dengan mempercepat laju degradasi kontaminan. Spesies Geobacter juga memiliki kemampuan menyingkirkan kontaminan logam radioaktif dari perairan.

Genom beberapa Sesies Geobacter sudah diurutkan dan sedang dimasukkan ke dalam model komputer, yang bisa meramalkan metabolisme Geobacter di bawah kondisi lingkungan berbeda. Pendekatan biologi sistem ini sangat mempercepat proses bagaimana Spesies Geobacter berfungsi dan mengoptimasi proses bioremediasi dan produksi energi listrik.

Microbial fuel cell
Menciptakan kondisi alami, memicu peneliti menemukan suatu jenis bahan bakar baru, yaitu sel bahan bakar mikroba (microbial fuel cell). Jenis bahan bakar baru ini sekarang sedang dikembangkan tim riset NASA yang dipimpin Dr. Bruce Rittmann, soarang profesor pada Northwestern University.

Semua jenis sel bahan bakar menghasilkan listrik, dengan memproduksi dan mengendalikan suatu arus elektron. Sel-sel konvensional, termasuk menggunakan pintalan dan dalam beberapa mobil prototipe, memperoleh elektron dengan melepaskan atom hidrogen. Dalam melakukan itu, sel-sel bahan bakar ini harus diberi persediaan hidrogen secara tetap.

Sel bahan bakar mikroba memperoleh elektron dari limbah organik. Bakteri hidup dengan limbah sebagai bagian dari proses pencernaan mereka. Geobacter, menurut peneliti NASA ini dapat `dibujuk` untuk menyampaikan elektron secara langsung kepada elektroda sel bahan bakar ke dalam suatu sirkuit. Ketika elektron dialirkan sepanjang sirkuit, mereka menghasilkan listrik. Sel bahan-bakar mikroba ini telah dicoba di Pennsylvania University, untuk menghasilkan listrik pada saat proses memurnikan limbah cair domestik.

Guna membuat gagasan ini menjadi bentuk yang praktis, Prof. Rittmann berpikir harus mempunyai suatu bentuk yang efisien dan sangat ringkas. Bahan bakar sel tidak bisa dibentuk dengan banyak ruang dengan ukuran yang luas. Untuk kebutuhan ini, peneliti sedang mempertimbangkan suatu sel bahan bakar serabut yang dikemas dengan ketat, masing-masing akan merupakan suatu sel bahan bakar dalam kemasan all in one.

Masing-masing serabut akan terdiri dari tiga lapisan, seperti tiga untai jerami, satu di dalam serabut lainnya. Masing-masing lapisan terdiri dari kutub positif (luar), electrolyte-membrane (tengah), dan katoda (dalam). Saluran dari cairan limbah akan dipompa melewati lapisan luar, di mana Geobacter dapat mengikat elektron dan memindahkannya ke kutub positif, yaitu ke dalam sirkuit, dan kemudian diteruskan ke katoda pada lapisan dalam.

Namun, Rittmann dan timnya masih menemukan kendala mekanisme yang tepat memindahkan elektron ke elektroda oleh mikroba yang masih lambat. Peneliti masih harus mengetahui bagaimana membuat mekanisme ini lebih cepat dan menghasilkan tenaga yang lebih kuat. Sampai sejauh ini peneliti memiliki banyak gagasan, termasuk kemungkinan faktor voltase pada elektroda. Ini adalah salah satu pertanyaan mereka yang sedang berusaha untuk dijawab.

Model pembangkit listrik mikroba itu dalam uji coba di laboratorium, saat ini baru mampu mengisi baterai telefon seluler dan kalkulator atau menyalakan satu lampu LED. Daya listrik yang dibangkitkan memang masih terlalu kecil, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, namun sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang paling mendasar di zaman teknologi komunikasi yang semakin maju.

Kita harus memanfaatkan limbah menjadi salah satu produk yang berguna. Jadi, kenapa tidak membuat proses untuk menghasilkan energi, sebagai penghasil energi alternatif? Dengan memproduksi listrik, sel bahan bakar dari miroba akan menjadikan limbah jauh lebih ekonomis. Sel bahan bakar mikroba akan mengubah bentuk, dari sesuatu yang tidak berguna menjadi sumber daya listrik yang bermanfaat. Sampah, kenapa tidak? (Kabelan Kunia, PP Bioteknologi ITB)***

Kamis, Juli 17, 2008

Buah Pinang Pengusir Cacing

Oleh Kabelan Kunia
Artikel ini telah dimuat di Majalah AGRINA, edisi 10 January 2007

Untuk mencegah dan memberantas cacing di tubuh manusia, memang gampang-gampang susah. Ada yang dengan obat bebas sudah cukup, macam cacing gelang dan keremi. Tapi ada juga yang harus dengan resep dokter, seperti cacing cambuk dan tambang. Kalau mau, bisa pula dengan bahan alami berupa biji atau rimpang tanaman tertentu. Infeksi cacing usus seperti cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing kait (N. americanus), terutama pada anak-anak, cukup merepotkan. Infeksi cacing gelang umpamanya, bila larvanya sampai ke paru-paru bisa membuat orang yang menjadi induk semangnya menderita batuk. Kalau yang dewasa sampai bermigrasi ke usus buntu, akibatnya bisa bikin radang usus. Jika migrasinya sampai ke hati, abses hatilah yang diderita induk semangnya. Infeksi cacing cambuk akan menyebabkan nyeri di daerah perut, diare, dan terkadang anus menonjol ke luar.

Selama ini obat yang sering digunakan untuk memberantas ketiga cacing di atas adalah pirantel pamoat, piperazin sitrat dan mebendazol. Dari ketiganya, mebendazol tampaknya paling efektif karena terbukti menghasilkan angka penyembuhan terhadap cacing gelang 93%, cacing cambuk 91%, dan terhadap cacing kait 100%. Namun, mebendazol ternyata ada efek sampingannya. Diantaranya berupa mulas, muntah, diare, dan pusing-pusing.

Selain dengan obat modern, masyarakat juga mengenal bahan alami yang bisa digunakan untuk melawan cacing. Efektivitasnya pun tak kalah dibandingkan dengan obat farmasi. Sayangnya, obat-obat alami tadi secara ilmiah belum terbukti dengan pasti. Kalaupun penelitian telah dilakukan, biasanya masih sangat terbatas dan kurang mendalam.

Untuk memberantas cacing pita (Taenia saginata atau T. solium) yang bisa ditularkan lewat daging sapi atau babi yang dimasak kurang sempurna umpamanya, ada resep tradisional yang sejak lama digunakan orang. Di antaranya dengan minum santan kelapa (Cocos nucifera), kalau bisa kelapa hijau, yang kental. Dosisnya, satu gelas sehari dan diminum pada pagi hari sebelum sarapan. Atau, dengan makan isi biji waluh (Cucurbita mochata) sebanyak 500 - 1.000 butir (untuk orang dewasa). Dua jam kemudian minum kastroli untuk urus-urus (menurut kedokteran modern urus-urus tidak dianjurkan karena merusak pencernaan. Red.). Saat urus-urus itu cacing ikut keluar.

Sedangkan untuk mengusir cacing keremi (Oxyuris vermicularis) dari saluran pencernaan, generasi orang tua atau kakek kita menggunakan satu jari akar pepaya gantung yang dimasak dengan satu gelas air hingga tersisa setengah gelas. Air rebusan ini diminum dengan sedikit susu sapi. Dalam sehari penderita minum resep tradisional ini dua kali, masing-masing setengah gelas. Dianjurkan pula, selama minum obat alami ini, penderita tidak makan terlalu kenyang. Sementara pada malam harinya perut penderita ditempeli tumbukan bunga pepaya gantung dan dibalut dengan gurita.

Meskipun proses penyembuhannya belum diketahui dengan pasti, resep-resep tradisional macam itu mungkin masih banyak digunakan hingga sekarang. Asalkan bahannya tersedia. Sementara, penelitian terhadap bahan lain juga mulai dilakukan, meskipun masih terbatas pada penelitian laboratorium atau menggunakan hewan percobaan. Di antara tanaman yang diteliti kemampuannya melawan cacing perut itu adalah biji pinang.

Biologi Pinang
Tumbuhan tropika ditanam untuk mendapatkan buahnya dan kerana keindahannya, sebagai hiasan taman. Tingginya antara 10 hingga 30 m dan meruncing dibagian pucuk, ukuran melintang batang 15 cm. hingga 20 cm. Di bagian jemala (crown) pokok ini berbentuk bulat dan berwarna hijau semasa muda dan apabila masak ia menjadi kuning dan merah.

Nama saintifik bagi pinang ialah Areca catechu. Dalam bahasa Hindi buah ini dipanggil supari dan pan-supari sebagai sirih pinang. Tetapi bahasa Malaya dipanggil adakka atau adekka, Sri Lanka pula dikenali sebagai puvak, Thai sebagai mak dan masyarakat Cina memanggilnya dengan nama pin-lang.

Pohon pinang dibudidaya dengan cara menanam biji yang sudah cukup masak. Biasanya biji itu disemai dulu dan kemudian ditanam di dalam beg plastik. Ketika masih kecil tanaman ini cocok dijadikan hiasan dalampot. Apabila sudah besar, bagus ditanam di luar dan banayak ditanam sebagai batas tanah.

Buah pinang banyak digunakan sebagai obat. Alkaloid dalam pinang termasuk arekolin, arekaidin, arekain, guvacin, arekolidin, guvakolin, isoguvakolin dan kolin. Arekolin yang toksik, bertindak sebagai dadah nikotin ke atas sistem saraf. Ia menyebabkan sawan yang berakhir dengan lumpuh. Kematian adalah disebabkan oleh terhentinya pernafasan.

Arekolin adalah penghapus parasit dan cacing serta bertindak seperti asetil kolin. Pinang mengandungi lebih kurang 15% tanin merah dan 14% lemak. Tanin dalam pinang digunakan untuk merawat cirit-birit. Campuran pinang bersama bahan-bahan lain digunakan untuk kayap.

Buah pinang muda dikunyah dan airnya ditelan untuk mengubati darah dalam air kencing. Jus pinang muda digunakan sebagai ubat luar untuk rabun bila dititik pada kornea; ditelan untuk demam, histeria, disenteri (cirit berdarah) dan pirai.

Pinang muda dan benzoin disapukan pada luka berkhatan. Pinang yang dikunyah digunakan untuk sengatan sotong kereta. Abu pinang digunakan untuk mencuci gigi, tetapi jika terlalu banyak akan merosakkan gigi. Jus pucuk pinang dan Euphorbia Linta diberi tiga hari selepas bersalin.

Akar dan sabut pinang yang separuh reput digunakan untuk disenteri (cirit berdarah). Akar pinang juga digunakan untuk membanyakkan kencing dan mengubati sakit perut. Campuran daunnya digunakan untuk memandikan kanak-kanak yang cirit-birit. Serbuk daun pinang bersama daun Atalantia dan limau digunakan untuk sakit perut. Serbuk pinang boleh membuang cacing gelang dan cacing kerawit. Ekstrak pinang didapati menghasilkan barah bila diletak pada selaput lendir hamster.

Efektif Membasmi Cacing
Pinang atau jambe adalah salah satu kelengkapan dalam menyirih di kalangan orang-orang tua. Selain itu, masyarakat Indonesia memanfaatkan tanaman ini sebagai obat alami untuk menguatkan gusi, gigi, dan mengobati cacingan. Belakangan pinang diketahui berkhasiat meningkatkan gairah.

Bahan alam macam pinang (Areca catechu, L) oleh masyarakat sering digunakan sebagai obat cacing, di samping juga sebagai obat mencret, kudis, dan teman makan sirih. Bila dikunyah, biji tanaman keluarga palem ini terasa sepat. Namun, dia mempunyai daya pengucup, pengisap, dan penyejuk.

Daging biji pinang yang diperas mengeluarkan zat orecoline yang bersifat parasimpatomimetik yang bermanfaat mengeluarkan cacing dari dalam tubuh. Zat taninnya yang tingggi berkhasiat menyembuhkan radang. Daun pinang mengandung kalium yang bermanfaat untuk memperlancar buang air seni, mengeluarkan dahak dan mengecilkan pori-pori.

Biji pinang mengandung senyawa tanin dan beberapa alkaloid seperti guvasina, guvakolina, arekaina, dam arekolina. Arekolina ditemukan dalam jumlah terbanyak dan inilah yang diduga berfungsi sebagai antihelmintik (anti cacing).

Penelitian terhadap khasiat antihelmintik biji pinang ini pernah dilakukan di laboratorium secara in vitro (dalam media buatan) terhadap cacing kait anjing. Sebagai pembanding digunakan obat modern pirantel pamoat dan garam faal. Dosis yang digunakan 15 mg serbuk biji pinang kering dalam 25 cc air suling dan serbuk pirantel pamoat 1 mg dalam 1.000 cc air suling. Hasilnya, setelah direndam selama 1 jam ada 18 cacing mati dalam larutan biji pinang, sedangkan dalam pirantel pamoat belum ada yang mati. Pada perendaman 4 jam dalam larutan biji pinang, jumlah cacing yang mati hampir sama dengan yang dalam larutan pirantel pamoat. Cacing mati semua setelah perendaman 10 jam, baik dalam larutan biji pinang maupun pirantel pamoat. Sementara, dalam kelompok kontrol (dengan menggunakan garam faal), cacing mati hanya 3,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa biji pinang secara in vitro terbukti memiliki efek antihelmintik terhadap cacing kait anjing.

Penelitian lain, secara in vivo (dalam tubuh hidup), mencoba membandingkan khasiat biji pinang dengan mebendazol. Penelitian menggunakan anjing yang diinfeksi larva cacing kait. Hasilnya, meskipun tidak seefektif mebendazol, biji pinang dapat menurunkan jumlah telur cacing sampai sebesar 74,3%. Sedangkan mebendazol dapat menurunkan hingga 83%. Hal ini membuktikan bahwa biji pinang dapat digunakan sebagai obat cacing tradisional untuk infeksi cacing kait pada anjing. Sayangnya, penelitian belum sampai pada tahap uji klinis pada manusia. Namun, potensi ke arah sana sudah tampak dengan adanya hasil positif dari penelitian secara in vitro dan in vivo tadi. (PP Bioteknologi ITB)

Rabu, Juli 16, 2008

Lengkuas Pengganti Formalin

Oleh Kabelan Kunia
Artikel ini telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 26 Januari 2006

LENGKUAS (Lenguas galanga atau Alpinia galanga) sering digunakan oleh para ibu di dapur sebagai penyedap masakan. Manfaat lain tanaman dari India ini adalah sebagai bahan ramuan tradisional dan penyembuh berbagai penyakit, khususnya penyakit yang disebabkan jamur kulit. Namun, di luar dua manfaat tersebut, lengkuas ternyata juga punya peran dalam memperpanjang umur simpan atau mengawetkan makanan karena aktivitas mikroba pembusuk. Pendeknya, lengkuas dapat berperan sebagai pengganti fungsi formalin yang sekarang sedang hangat diperbincangkan.


Kita mengenal ada dua jenis tumbuhan lengkuas, yaitu varietas dengan rimpang umbi (akar) berwarna putih dan varietas berimpang umbi merah yang ukurannya lebih besar. Lengkuas berimpang umbi putih umumnya digunakan sebagai penyedap masakan, sedangkan lengkuas berimpang umbi merah banyak digunakan sebagai obat. Rimpang umbi lengkuas selain berserat kasar juga mempunyai aroma yang khas.

Senyawa kimia yang terdapat pada lengkuas antara lain mengandung minyak atsiri, minyak terbang, eugenol, seskuiterpen, pinen, metil sinamat, kaemferida, galangan, galangol, dan kristal kuning. Minyak atsiri yang dikandungnya antara lain galangol, galangin, alpinen, kamfer, dan methyl-cinnamate. Beberapa kegunaan lengkuas sebagai tanaman obat mulai dari mengobati rematik, sakit limpa, membangkitkan nafsu makan, bronkhitis, morbili, panu, antibakteria, membersihkan darah, menambah nafsu makan, mempermudah pengeluaran angin dari dalam tubuh, mencairkan dahak, mengharumkan serta merangsang otot bahkan dapat membangkitkan gairah seks.

Di samping itu, lengkuas merah bila dimasak dengan cuka encer, dapat dijadikan minuman untuk wanita yang baru melahirkan karena dapat mempercepat pembersihan rahim. Bila dicampur dengan bawang putih yang telah dilumatkan dengan perbandingan 4 – 5 : 1 dan dimasak dengan sedikit cuka, lengkuas bisa menjadi obat kurap dengan cara dioleskan pada kulit yang terserang kurap. Bahkan bila diremas-remas dengan cuka dan dioleskan seperti lulur, lengkuas mampu menyingkirkan bercak-bercak kulit dan tahi lalat.

Antimikroba
Peran lengkuas sebagai pengawet makanan tidak terlepas dari kemampuan lengkuas yang memiliki aktivitas antimikroba. Antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat mengganggu pertumbuhan dan aktivitas mikroba, khususnya mikroba perusak dan pembusuk makanan. Zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), ataupun germisidal (menghambat germinasi spora bakteri).

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar komponen di dalam rempah-rempah bersifat sebagai antimikroba, sehingga dapat mengawetkan makanan. Komponen rempah-rempah yang mempunyai aktivitas antimikroba terutama adalah bagian minyak atsiri.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, IPB yang dimotori oleh Winiati Pudji Rahayu misalnya telah membuktikan bahwa lengkuas merah yang muda memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi, yaitu dengan daya hambat rata-rata 38,3 persen. Lengkuas ini mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan perusak pada pangan khususnya terhadap Bacillus cereus. Penelitian yang dilakukan terhadap ikan kembung terbukti dapat memperpanjang masa simpan ikan kembung pada suhu 40 oC dari 5 hari menjadi 7 hari dengan menggunakan bubuk lengkuas 2,5 persen yang dikombinasikan dengan garam 5 persen.

Penelitian ini telah berhasil menemukan sebuah pengawet alami untuk membuat makanan tetap segar dan tahan lama. Pemanfaatan lengkuas diharapkan mampu memperpanjang masa simpan bahan pangan dan minuman tanpa mengurangi kualitas dan lebih penting tidak berdampak buruk bagi kesehatan. Pengawet alami ini jelas lebih murah dan mudah didapat di sekitar kita.

Hal ini membuktikan bahwa alam telah menyediakan solusi yang murah dan aman untuk kesehatan. Formalin adalah masa lalu yang harus segera kita tinggalkan jauh-jauh sebagai pengawet makanan. Masih banyak cara yang aman dan alami untuk mengelola bahan makanan dan minuman supaya awet dan tahan lama tanpa mengensampingkan aspek keamanan bagi kesehatan manusia.***

Surfaktan Pengusir Kuman dan Racun

Oleh Kabelan Kunia
Artikel ini telah dimuat di Rubrik Cakrawala Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 26 Juni 2008

USAHA insentifikasi di bidang pertanian untuk meningkatkan produktifitas hasil tanam dalam sistem pertanian konvensional tidak terlepas dari penggunaan pestisida, terutama insektisida dan herbisida kimia. Beberapa pestisida yang masih sering digunakan diantaranya adalah golongan karbofuran dan beberapa golongan organoklorin.

Pestisida adalah suatu istilah yang umum dan dimaksudkan untuk membunuh suatu organisme yang dianggap hama dan merugikan manusia. Insektisdida digunakan untuk membunuh insekta, herbisida untuk membasmi herba liar, fungisida untuk membunuh jamur penggangu, bakterisida untuk bakteri dan sebagainya. Masalahnya seringkali penggunaan bahan kimia aktif ini untuk mengatasi hama pengganggu digunakan secara tidak tepat pakai maupun tepat dosis, sehingga dipastikan tidak hanya hama sasaran saja yang terbunuh, tapi juga organisme lain yang bermanfaat ikut jadi korban.

Dampak lain yang lebih parah adalah bahaya kronik yang ditimbulkan dalam kurun waktu yang lama setelah aplikasi. Beberapa pestisida bersifat lipofil dan dapat mengganggu kesehatan manusia. Oleh karenanya diperlukan usaha untuk menghilangkan pestisida yang terdapat pada produk pertanian seperti sayur dan buah yang akan kita santap. Mengingat sifatnya yang lipofil, maka pencucian menggunakan air saja tidaklah cukup.

Nah, disinilah diperlukan surfaktan untuk meningkatkan daya bersih air terhadap makanan yang akan kita masak. Apa itu surfaktan dan bagaimana kerjanya untuk melenyapkan residu pestisida pada produk pertanian yang biasa dimasak ibu di dapur?

Surfaktan
Surfaktan merupakan singkatan dari surface active agents, bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di antarmuka fasa (baik cair-gas maupun cair-cair) sehingga mempermudah penyebaran dan pemerataan.

Surfaktan adalah senyawa kimia yang dalam molekulnya memiliki dua ujung yang berbeda interaksinya dengan air , yakni ujung yang biasa disebut kepala (hidrofil), sifatnya ‘suka’ air dan ujung yang disebut ekor (lipofil), sifatnya tidak ‘suka’ air. Dalam proses pencucian menggunakan air, bagian hidrofil akan berinteraksi dengan air sedangkan bagian lipofil akan berinteraksi dengan kontaminan seperti pestisida. Dengan demikian surfaktan bertindak sebagai jembatan dan dengan sendirinya akan meningkatkan efektifitas pencucian pestisida menggunakan air. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran dari badan dan pakaian.

Surfaktan dalam kehidupan kita sehari-hari terdapat pada sabun, yang berupa garam Na dari asam lemak , yaitu asam sterarat, asam palmitat dan asam oleat. Surfaktan selain sabun dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu surfaktan anionik (Na-lauiril sulfat, maypon dan igepon-T), surfaktan kationik (garam amin, garam ammonium kuarterner dan garam piridium), surfaktan amfoterik (minarol, garam dari ester amino asam sulfat) dan surfaktan nonionik (ester polialkohol seperti span, ester poligliserol seperti tween).

Umumnya, surfaktan digunakan sebagai bahan pembersih. Hal ini karena surfaktan lebih ramah lingkungan. Bahkan aplikasi surfaktan sangat luas, tak terbatas dalam industri pembersih tapi juga pada industri cat, pangan, polimer, tekstil dan lain-lain.

Surfaktan merupakan unsur yang berperan menyatukan air dan minyak, misalnya produk fatty ester dimanfaatkan untuk kosmetik, fatty alcohol sulphate untuk bahan deterjen dan sabun, fatty silphosuccinate untuk industri plastik, juga untuk industri lainnya seperti industri pangan, kertas, tekstil, hingga untuk pengeboran minyak. Dari surfaktan juga dapat dihasilkan bahan pewarna tekstil, pelumas, bahan baku farmasi untuk obat dan pembuatan vaksin, serta aditif bagi bahan bakar minyak.

Deterjen
Di pasaran kita banyak sekali dijejali dengan berbagai merek deterjen, dari yang paling murah hingga yang paling mahal. Dari yang sering muncul di layar televisi sampai yang tidak pernah kita ketahui sama sekali, tiba-tiba kita temukan di supermarket dan warung-warung.

Nah, apa itu deterjen? Deterjen adalah sebuah senyawa yang memudahkan proses pembersihan. Istilah deterjen kini dipakai untuk membedakan antara sabun dengan surfaktan jenis lainnya. Produk yang disebut detejen ini merupakan pembersih yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Di bandingkan dengan sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.

Deterjen pun mengandung bahan surfaktan. Pada deterjen, jenis muatan yang dibawa surfaktan adalah anionik. Kadang ditambahkan surfaktan kationik sebagai bakterisida atau pembunuh bakteri. Bahan aktif ini berfungsi sama, yaitu menurunkan tegangan permukaan air, sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan, termasuk racun pestisida yang menempel pada sayur dan buah.

Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada tangan, kain dan bahan lain mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pakai kain, karpet, alat rumah tangga dan peralatan rumah lainnya sudah tidak diragukan lagi.

Karena kebersihan merupakan salah satu faktor penting bagi kesehatan masyarakat, makanya menjaga kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal serta lingkungan kita sangat dibutuhkan. Kecerdasan memilih produk pembersih yang dapat diandalkan dan aman buat lingkungan sangat perlu dimiliki supaya kita tidak termakan oleh iklan-iklan yang menyesatkan (Kabelan Kunia/ dari berbagai sumber)