Kamis, September 09, 2010

Watervang, Bukti Sejarah Lumbung Padi


Setelah lebih dari 20 tahun aku kembali mengunjungi Watervang yang konon didirikan pada tahun 1941 pada masa penjajahan Belanda. Saat aku masih SMP dan SMA di Kota Lubuk Linggau, seringkali dengan teman-teman sebaya berkunjung bahkan bermain dan mandi bersama di saluran irigasi di komplek ini. Air yang cukup bersih dan lumayan deras, membuat kami menikmati mandi, terjun kemudian menghanyutkan tubuh hingga ke bagian hilir. Kegembiraan ini lebih terasa ketika kami lakukan bersama-sama untuk menghabiskan waktu menjelang azan maghrib pada bulan puasa.

Kini, aku sengaja mengajak istri dan dua orang anakku untuk menikmati suasana Watervang. Mengenang kebahagiaan masa kecil. Inilah yang ingin aku sampai dan ceritakan kepada kedua putri kami.

Sejenak aku merenung, bahwa saat sebelum kemerdekaan RI, penjajah Belanda sudah mempersiapkan daerah kami menjadi sumber pangan, berupa padi yang menjadi konsumsi utama masyarakat Indonesia hingga kini. Penjajah Belanda pada saat itu sudah mempersiapkan infrastruktur yang baik untuk meningkatkan produksi pertanian padi di daerah ini, khususnya daerah kecamatan Tugumulyo. Hingga akhirnya daerah ini dikenal sebagai lumbung padi daerah Sumatera Selatan.

Namun pada hari ini, ketika aku saksikan keadan dan kondisi waduk Watervang yang sangat tidak terawat dan hanya berfungsi apa adanya. Pintu pengendali debit dan aliran air sepertinya sudah tidak berfungsi dengan baik. Air mengalir seadanya menuju saluran irigasi ke sentra persawahan di bagian hilirnya menuju Tugumulyo. Rumput dan semak menjulang tanpa pernah tersetuh pembersihan oleh petugas. Padahal lokasi ini dijadikan sebagai obyek wisata andalan Kota Lubuk Linggau. Setiap akhir pekan dan hari libur nasional tempat ini kerap dikunjungi warga dari berbagai daerah hanya untuk sekedar menikmati air terjun yang tidak begitu tinggi, paling banter hanya 10 meteran.

Seperti halnya di daerah lain, termasuk di Jawa, saluran irigasi yang ada dalam kondisi mengkhawatirkan. Tidak ada penambahan saluran irigasi baik primer, sekunder maupun tersier. Saluran irigasi hanya mempertahankan peninggalan jaman Belanda. Saya membayangkan kalau Belanda tidak menjajah Indonesia, akan menjadi apa negara ini. Mungkin tidak akan ada perkebunan teh, kopi, karet dll. Juga tidak akan pernah kita bisa menikmati transportasi kereta api dan  jalan raya yang menghubungkan Jawa dll. Termasuk mungkin sawah-sawah kita akan cepat beralih fungsi menjadi perumahan, pabrik dan gedung-gedung mewah kalau tidak dibangun saluran irigasi teknis oleh Belanda.

Namun, tetap saya sadar bahwa penjajahan Belanda dan Jepang telah menghancurkan harkat dan martabat kita sebagai Bangsa. Penjajah adalah penjajah yang datang hanya untuk menggerus kekayaan bangsa kita. Watervang hanya bukti sejarah bahwa di negeri ini pernah dijajah oleh Belanda. Saatnya pemerintah daerah membangun dengan sungguh-sungguh untuk kemakmuran rakyat Indonesia dengan merdeka.

5 komentar:

Unknown mengatakan...

salam kangen buat watervang... jadi inget masa MTs dulu.... kirim salam buat temen2 MTs N llg.... khusunya buat guru aku tercinta,,,, Bpk. Budi Lasmono.

Unknown mengatakan...

salam kangen buat di watervang... jadi inget masa MTs dulu... kirim salam buat temen2 MTs.n llg... khususnya buat guru aku Bpk. Budi Lasmono.

Unknown mengatakan...

salam manis

Unknown mengatakan...

salam manis

Unknown mengatakan...

salam manis