Senin, September 06, 2010

Idul Fitri, Kembali ke Kesucian Diri

Oleh Kabelan Kunia
Artikel telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat, 2010

Bulan Ramadhan berlalu. Setelah selama sebulan umat Islam menjalankan ibadah puasa, hari lebaran pun tiba. Tentu saja hari yang disebut Idul Fitri itu sangat dinanti-nantikan, karena pada hari itu kaum muslimin dan muslimat di seluruh penjuru dunia merayakan kemenangan mereka dalam upaya mensucikan diri pada bulan suci Ramadhan.

Hari Raya Idul Fitri merupakan hari yang amat mulia dan sakral bagi umat Islam. Setelah dibina dan digembleng sebulan penuh, pribadi mukmin kembali kepada fitrahnya, seakan dilahirkan kembali ke dalam kejadian asal yang suci dan bersih.

Watak hanif muncul kembali menjadi identitas diri yang secara alami merindukan dan mengarah pada sesuatu yang baik dan benar. Sebab kebaikan dan kebenaran adalah jatidiri dan sifat asli manusia, sedangkan kepalsuan dan kejahatan adalah penyimpangan dari fitrah yang suci.
Semuanya itu mewujudkan nuansa Hari Raya Idul Fitri yang datang hanya setahun sekali. Idul Fitri adalah hari raya kita semua, hari raya kemanusiaan universal, hari raya kesucian primordial manusia, hari raya fitrah, hari raya manusia sebagai makhluk yang hanif, makhluk yang merindukan kebenaran dan kebaikan, yang berbahagia karena kebenaran dan kebaikan. Hari raya puncak perolehan kerohanian kita setelah berpuasa selama sebulan, hari raya kembali ke fitrah, kesucian asal ciptaan Allah.

Boleh jadi pada hari lebaran kita akan bersuka cita karena pesta kemenangan. Sebab selama sebulan seluruh lahir bathinnya diuji, apakah kuat menahan godaan hawa nafsu. Hawa nafsu yang paling berat memanglah bersumber pada diri sendiri. Selama sebulan, iman sebagai benteng pertahanan benar-benar diuji atas berbagai godaan dan nafsu. Baik godaan makan minum semenjak waktu sahur hingga berbuka, maupun godaan lainnya termasuk nafsu seksual. Hal ini bukan berarti, bahwa setelah habisnya bulan puasa, orang lantas boleh mengumbar kembali nafsunya yang tertahan sepanjang 30 hari. Justru pada bulan Ramadhan itu sebagai terminal latihan agar pada bulan-bulan berikutnya menjadi sebuah perilaku dan kebiasaan. Makin berulangkali setiap sekali setahun seseorang berpuasa, InsyAllah ia akan memperlihatkan pribadi yang berakhlak tinggi.

Maksud Allah SWT menetapkan 1 Syawal sebagai Hari Raya Idul Fitri adalah sebagai anugerah bagi mereka yang telah berhasil menunaikan puasa dan mengekang nafsu selama sebulan penuh guna meraih derajat yang takwa. Hakikat Idul Fitri tidak hanya berarti hari yang suci dan sakral serta ubudiyah, melainkan jauh lebih dalam mengandung makna dimensi sosial, ekonomi, politik dan hankam.

Dalam konteks Indonesia, umat Islam merayakan kehadiran hari lebaran dengan berbagai cara dan tradisi. Misalnya dengan mengenakan pakaian yang baru, menyediakan makanan dan kue-kue yang lezat cita-rasanya dan tidak ketinggalan adanya tradisi mudik untuk merayakan lebaran di kampung.

Tapi belum tentu semua orang benar-benar ber-Idul-Fitri dalam arti yang hakiki. Sebab Idul Fitri bukan sekadar kembali berbuka atau tidak berpuasa lagi, melainkan kembalinya orang-orang beriman ke fitrah-insaniyah setelah menjiwai nilai-nilai Ramadhan.

Orang yang beridul-fitri adalah orang yang kembali kepada jiwa asli yang murni, setelah melakukan pembersihan di bulan suci Ramadhan. Yakni kembalinya pada sikap berfikir dan berprilaku serta bertindak sesuai dengan fitrah jiwa manusia sesuai dengan syari’at Islam.

Sebagai manifestasi pensucian jiwa itu Allah SWT antara lain mewajibkan kepada mereka membayar zakat fitrah. Melalui pembayaran zakat fitrah dan kesempatan untuk saling maaf-memaafkan yang bermakna bahwa umat Islam dididik berbudaya luhur yang disebut ukhuwah Islamiyah. Selain itu juga dididik memiliki kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi terhadap sesama umat Islam khususnya dan masyarakat pada umumnya. Zakat fitrah diberikan kepada fakir miskin sebelum seremoni Shalat Ied agar mereka yang berhak menerimanya bisa ikut bergembira dan merasa sejahtera dalam menyambut dan merayakan hari lebaran itu.

Semuanya bergembira dapat kita lihat dari rona wajahnya yang berseri-seri. Mereka saling bersalaman dengan mesra sekali dalam menikmati hari baru dalam Idul Fitri. Idul Fitri dijadikan sebagai momentum bagi umat Islam untuk meningkatkan hubungan terhadap sesama umat manusia agar senantiasa tercipta kedamaian, ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat.

Idul Fitri juga merupakan momentum berharga guna mewujudkan kesiapan batin kita dalam menghadapi konsep kemanusiaan yang bertentangan dengan fitrah manusia seperti ketidakadilan, kebohongan tindak kekerasan dan kebringasan yang pada gilirannya hanya merugikan saudara-saudara kita sendiri.

Marilah kita semua kembali kepada kesucian asal kita, kesucian fitrah yang hanif, yang dengan tulus mencari dan mengikuti kebenaran dan kebaikan. Marilah kita tanamkan takwa dalam diri kita, menyadari kehadiran Tuhan dan pengawasan-Nya dalam segala kegiatan.

Marilah kita lawan godaan setan yang mendorong nafsu serakah dan marilah kita tegakkan keadilan, demi kebahagiaan kita seluruh warga masyarakat dan negara tanpa perbedaan. Marilah kita galang persaudaraan antarumat, antarsuku bangsa dan antarsesama manusia seluruhnya.

Bila kita selesai melaksanakan puasa, selama sebulan melatih diri mengendalikan dan melepaskan diri dari belenggu hawa nafsu, diharapkan dengan proses puasa baik pada tingkat pribadi maupun sosial dapat melahirkan tata nilai Rabbaniyah dalam kehidupan ini.

Tata nilai Rabbaniyah adalah tata nilai kehidupan yang berdasarkan semangat ketuhanan mencapai Ridho-Nya, dalam wujud pola hidup penuh kesalehan dan dedikasi kepada cita-cita untuk mewujudkan kehidupan bermoral, berbudi luhur dan berakhlak mulia. Orang yang hidup dalam tata nilai Rabbaniyah selalu mengikuti keinginan Tuhan, bukan keinginan hawa nafsu, semangat ketuhanan inilah sebagai sikap takwa yang terkandung dalam firman Allah pada surah Al Imran 79: "Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Kitab dan Hikmah dan Kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah. Akan tetapi, hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Kitab dan tetap mempelajarinya."

Marilah kita wujudkan masyarakat dan negara yang tertib, aman dan damai yang membuat bahagia seluruh warga negara. Marilah kita wujudkan itu semua dengan iman, amal kebajikan, bebas dari syirik pemujaan kepada harta dan kekuasaan. Jadi, inti Idul Fitri ialah kembalinya kita kepada jatidiri yang suci, bersihnya diri kita dari dosa-dosa berkat taubat di bulan Ramahdan, yang kemudian kita lengkapi dengan pernyataan saling memaafkan antara sesama.

Demikianlah hendaknya kita kembali ke fitrah kesucian atas bimbingan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, melalui latihan menahan diri yang kita jalankan dengan penuh ketulusan, yang telah kita genapkan bilangannya selama sebulan. Maka, di hari yang Fitri kita kumandangkan takbir, tahmid dan tahlil, sebagai pernyataan rasa syukur kita kepada Allah atas segala petunjuk-Nya..
Selamat Idul Fitri. Mohon Maaf Lahir dan Batin. (Kabelan Kunia/2010)

Tidak ada komentar: