Kamis, September 30, 2010

Bakteri Asam Laktat Untuk Terapi Autis

Oleh Kabelan Kunia*
Artikel ini telah dimuat pada Harian Pikiran Rakyat Edisi Kamis, 30 September 2010
 
Lactobacillus sp. (Sumber : www.oley.org)
Sudah sejak lama makanan dan minuman yang dihasilkan secara fermentasi dengan bakteri asam laktat menjadi bagian dalam menu makanan sehari-hari di Asia, Afrika, Eropa, Amerika, dan Australia. Bahkan beberapa daerah di Indonesia, tanpa disadari makanan hasil fermentasi laktat telah lama menjadi bagian dalam menu makanan keseharian masyarakat.

Beberapa contoh jenis makanan tersebut mungkin bukan saja sudah dikenal, tetapi malah sudah umum disantap. Sebut saja asinan dari Bogor, ikan bekasam dan tempoyak dari Sumatera dan Kalimantan, kimchi, acar, salami, bologna (daging), pindang makassar, budu, belacan atau terasi. Bahkan selama pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat banyak dilibatkan.

Ada juga yang terbuat dari susu berupa yoghurt, keju, butter, kefir dan susu asam. Sedangkan yang terbuat dari biji serealia seperti beras, jagung, dan sebagainya adalah idli dari India, pui dari Hawaii, pulque dari Meksiko, dan chicha dari Brasil. Bisa disimpulkan, hampir di setiap tempat dan negara selalu ada jenis makanan dan minuman yang merupakan hasil fermentasi bakteri laktat.

Bakteri Asam Laktat (BAL)

BAL merupakan kelompok mikroorganisme yang berperan dalam banyak proses fermentasi pangan. BAL merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. Bakteri ini juga menempel pada jasad hidup lain seperti tanaman, hewan, serta manusia.

Pada tubuh manusia, sejumlah bakteri laktat ditemukan di usus, aliran darah, paru-paru, serta mulut. Bahkan pada vagina yang merupakan organ reproduksi wanita ditemukan banyak sekali bakteri asam laktat ini. Beberapa spesies bakteri asam laktat adalah : Bifidobacterium breve, Bifidobacterium infantis, Bifidobacterium longum, Enterococcus faecalis, Lactobacillus brevis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, Lactobacillus fermentum, Lactobacillus helveticus, Lactobacillus plantarum dan Streptcoccus thermophilus.

Kemampuan BAL dalam menghambat pertumbuhan mikroba lain merupakan salah satu alasan digunakannya bakteri ini sebagai agensia pengawet makanan. Dampak fermentasi BAL pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun hingga di bawah 5.0, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri ‘jahat’, berupa bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman yang memang tidak mampu bertahan pada kondisi asam.

Bakteri jenis Lactobacillus umumnya menghasilkan laktobasilin, yaitu sejenis antibiotik alami yang berkemampuan menghambat, menonaktifkan dan bahkan dapat mematikan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri ‘jahat’ yang masuk ke dalam tubuh.

Selama proses fermentasi terhadap sayuran, daging dan ikan, BAL tidak hanya menghasilkan asam laktat sebagai produk utama metabolisme, tapi juga memproduksi bakteriosin dan laktobasilin yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak dikehendaki dalam makanan. BAL juga menghasilkan senyawa tertentu yang dapat meningkatkan nilai organoleptik makanan dan minuman, termasuk rasa dan bau yang mengundang selera serta memperbaiki penampilan.

Terapi Autis

Dalam usus kita terdapat berbagai jenis mikroba seperti bakteri dan jamur yang hidup berdampingan tanpa mengganggu kesehatan. Banyak riset telah membuktikan bahwa BAL bertahan hidup dalam saluran pencernaan setelah dikonsumsi. Bakteri ini tahan terhadap lisozim, enzim di air liur, pemecah dinding sel bakteri, asam, asam empedu, untuk sampai di usus dalam keadaan hidup. Ia mampu melekat pada sel epitel dan menjaga keharmonisan komposisi bakteri saluran pencernaan. Selanjutnya ia membantu mengatasi intoleransi terhadap laktosa, mencegah diare, sembelit, kanker, hipertensi, menurunkan kolesterol, menormalkan komposisi bakteri saluran pencernaan setelah pengobatan antibiotik, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Jamur Candida albicans adalah mikroba yang hidup dalam saluran cerna. Dalam keadaan normal tidak mengganggu kesehatan, namun jika keseimbangan dengan mikroorganisme lain terganggu, maka salah satu akan tumbuh berlebihan dan dapat menyebabkan penyakit. Pemberian antibiotika seperti amoxicillin, ampicillin, tetracycline dan keflex yang terlalu sering akan menyebabkan bakteri ‘baik’ (Lactobacillus) akan ikut terbunuh.

Sayangnya antibiotik ini tidak membunuh jamur Candida, akibatnya jamur akan tumbuh subur dan dapat mengeluarkan racun yang melemahkan sistem imun tubuh, sehingga mudah terjadi infeksi. Jamur yang tumbuh berlebih juga menempel pada dinding usus dan dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas usus atau usus berpori (leaky gut). Jamur juga menghalangi keluarnya enzim sehingga pencernaan terganggu. Kejadian demikian menurut William Show, Ph.D (1995), seorang ahli Autis dari Children's Mercy Hospital dan Missourri University dapat memicu autis pada anak.

Terapi pada infeksi jamur antara lain pemberian obat anti jamur, seperti nystatin. Pemberian probiotik BAL seperti Lactobacillus acidophilus dapat mengimbangi dan mencegah infeksi jamur. Probiotik ini merupakan bakteri ‘baik’ yang secara alami ada dalam yogurt dan dapat memerangi jamur Candida.

Pada beberapa studi menunjukkan bahwa anak yang mengalami autisme ternyata juga alergi terhadap makanan tertentu. Sebaiknya hindari mengkonsumsi makanan yang mengandung gula, casein (protein susu) dan gluten (protein tepung). Gula dan karbohidrat sederhana lain dapat merangsang pertumbuhan jamur yang berlebihan. Sedangkan casein dan gluten adalah jenis protein yang sulit dicerna, sehingga dapat menimbulkan gangguan fungsi otak apabila mengonsumsi kedua jenis protein ini.

Penderita autis biasanya mengalami lactose intolerance (ketidakmampuan pencernaan untuk mencerna laktosa). Pemberian probiotik BAL dapat membantu mencerna laktosa sekaligus menyebabkan keseimbangan mikroflora dalam usus.

Demikianlah meskipun tubuh manusia ‘dihuni’ oleh mikroba dengan rasio yang tepat, yaitu 85% dan 15% bagi bakteri menguntungkan, namun gaya hidup modern saat ini telah secara dramatis mengubah keseimbangan flora dalam tubuh kita. Bila tubuh manusia gagal untuk mempertahankan jumlah yang memadai bagi bakteri menguntungkan, maka niscaya penyakit pasti akan bersarang (*****)

*Kabelan Kunia/ PP Bioteknologi ITB)

Tidak ada komentar: