Rabu, Desember 29, 2010

Tahun Baru Menuju Harapan Bangsa

Oleh Kabelan Kunia*
Artikel Penulis ini telah dimuat di Harian Tribun Jabar, Rabu 29 Desember 2010

Rifdah Fawwaz Zhafirah Kunia (7 th) dan Najla Haifa Zaizativa Kunia (3 th)
Sepanjang tahun 2010 kita dikejutkan oleh cukup banyak peristiwa kekerasan dan keberingasan yang melibatkan pemeluk agama. Intensitas dan ekstensitas konflik sosial di tengah-tengah masyarakat terasa kian mengenaskan. Ironis, padahal bangsa Indonesia sering membanggakan atau dibanggakan sebagai bangsa yang memiliki tingkat toleransi dan kerukunan beragama yang amat tinggi. Masihkah ada harapan untuk membangun kehidupan beragama yang damai, rukun dan saling mengasihi?

Sementara demo dan unjuk rasa menuntut keadilan di tengah masyarakat terus menggebu, musibah dan bencana seperti tak lepas membayangi kehidupan kita sebagai bangsa. Musibah banjir terjadi di mana-mana yang menelan jutaan hektar sawah, merupakan tragedi pangan yang dapat memicu kerawanan. Musibah Tsunami kembali melanda, lutusan Merapi, Bromo dan banyak Gunung berapi yang aktif kembali di tahun ini. Bencana melanda kian menjungkirbalikkan kehidupan masyarakat kecil yang tak berdaya.

Tidak hanya sampai di sana, di tengah teriakan kelaparan di mana-mana, lonjakan BBM, gas elpiji dan minyak tanah membuat suasana makin amburadul. Seiring dengan itu makin merangkak pula harga bahan kebutuhan pokok masyarakat akibat pola salah urus pemerintah.

Anehnya, seringkali kenaikan ini merajalela tanpa toleransi sedikitpun, pemerintah kita kerap kali lupa menangani, malah semakin memperparah keadaan dan berlaku seperti tak terjadi apapun. Akhirnya kenaikan harga-harga seperti tak aneh, lumrah dan biasa saja bilamana berulang terjadi. Sistem pencegahan kita bekerja lambat sekali. Begitu kejadian datang, seringkali hadirnya membuat kita kebal dan nyaris tak terusik. Kita tak hirau dengan orang lain yang terusik. Ironisnya, pemerintah menyikapi dingin dan menganggap semua harus terjadi sebagai dampak ketidakbecusan pengelolaan pemerintahan.

Menebar Kedamaian
Rangkaian musibah tak pernah putus seakan akrab mengangkangi kehidupan masyarakat yang kian kusut. Lembar demi lembar luka telah terbuka, hingga meninggalkan duka nestapa yang mendalam. Genangan duka cita memenuhi haru-birunya hati sehingga sulit utuk bangkit dan beranjak mengarungi lautan hidup dengan ombak yang mengganas.

Ketidaksanggupan menyergap, sementara riak bahkan hembusan badai kian menghantam. Kesemerawutan makin kentara. Ketidakbecusan terpelihara. BLT dan bantuan bencana sosial yang tidak tepat sasaran disinyalir makin meruncingkan perbedaan dan memecah belah rakyat. Nurani rakyat kian terhimpit. Tidak dipungkiri ketika tekanan begitu membludak, maka ledakan kemarahan akan makin menjadi dan merata. Apakah pemerintah hanya berpangku tangan menyaksikan penderitaan rakyat kecil semacam ini? Tidak tergerakkah hati nurani para pemimpin yang sibuk dengan kepentingan politis pribadi dan golongan menghadapi Pilkada dan utamanya menjelang 2014?

Dalam gemuruh ketidakpastian, krisis pangan, kenaikan BBM, kemiskinan dan penderitaan rakyat kecil, marilah bersama kita merenungi keberlanjutan cita bangsa. Bangsa kita harus bangkit mesti dengan tenaga seadanya.

Sesungguhnya tragedi yang menimpa benar-benar telah menjatuhkan derajat dan martabat kita sebagai bangsa. Semuanya adalah musibah dan bencana yang cikalnya telah kita awali. Seyogianya kita renungi bersama. Mulailah kita menyusun dan menata cermin dalam barisan yang sepatutnya. Ketika bencana telah melanda, hendaknya kita mulai berkaca, mengamati kesalahan, kelalaian bahkan kebodohan kita sepanjang waktu terurai.

Boleh jadi alam tidak menyapa akrab. Banjir, longsor, kekeringan, badai hingga letusan gunung mungkin akan terus mengusik ketenteraman seiring serbuan pendemo, dentuman bom, granat dan peluru nyasar lainnya di sepanjang tahun ke depan. Tentu saja kita tetap optimis bahwa bangsa ini akan mampu mewujudkan kehidupan yang toleran, damai, dan konstruktif di tengah krisis global yang melanda. Dan menjadi tugas kita, umat Islam yang berkemauan untuk beragama secara saleh, untuk mendamaikan dan menabur keselamatan demi kepentingan semua ummat manusia.

Kita perlu menempatkan wacana agama sebagai wacana yang berdimensi sosial keagamaan, sehingga memunculkan wacana keagamaan yang adil dalam perilaku ekonomi, politik, hukum, dan aktivitas kemanusiaan.

Kita semua sepakat bahwa Islam datang untuk kedamaian dan kerukunan hidup manusia, berlandaskan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Islam sebagai agama yang mengajarkan prinsip saling mengasihi, menyayangi dan mencintai antar sesama manusia, makhluk Sang Maha Pencipta. Islam mengandung nilai rahmatan lil 'alamin, kasih sayang bagi alam semesta. Selamat tahun baru 2011 (*****)

*) Bekerja pada Pusat Penelitian Bioteknologi ITB, Peminat masalah sosial keagamaan, lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Kamis, Desember 09, 2010

Selulosa, Sumber BBM Murah

Oleh Kabelan Kunia*
Artikel penulis ini telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat, Edisi Kamis, 09 Desember 2010

Bahan baku Selulosa berlimpah sebagai BBM Murah
Pemerintah agaknya serius dengan rencana membatasi pemakaian premium bersubsidi. Selama ini premium bersubsidi banyak dinikmati kalangan menengah atas. Pemerintah akan membatasi penggunaannya hanya untuk motor dan angkutan umum. Dengan pembatasan tersebut, pemerintah berharap bisa menekan pemakaian premium bersubsidi sebanyak 4 juta kiloliter. Jika tidak dibatasi, pemakaian premium bersubsidi akan membengkak menjadi 40,5 juta kiloliter dari jatah yang hanya 36,6 juta liter.

Kebutuhan akan ketersediaan bahan bakar minyak sebagai sumber energi terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi dunia. Hingga saat ini bahan bakar fosil masih menjadi sumber energi utama di dunia (80%), terutama dalam sektor transportasi. Bahan bakar fosil diperoleh dari deposit fosil bumi karena itu merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbarui dan jumlahnya semakin hari semakin menipis.

Di Indonesia, pengadaan energi juga masih sangat bergantung pada bahan bakar minyak (BBM), terutama di sektor transportasi (> 99 %). Produksi minyak mentah Indonesia kurang dari 1 juta barel/hari. Itu pun setelah dikurangi biaya produksi, perolehan pemerintah hanya 700.000 bbl/hari (85 %). Ini artinya, masa depan keterjaminan pasokan bahan bakar minyak kita sangat mengkhawatirkan. Penggunaan bahan bakar fosil juga banyak dikritisi karena berdampak negatif bagi lingkungan.

Alternatif
Di samping bahan bakar fosil, bahan bakar minyak dapat diperoleh dari biofuel. Biofuel merupakan sumber bahan bakar yang diperoleh dari senyawa organik nonfosil atau materi biologi melalui proses biokimia, termokimia atau fermentasi. Salah satu contoh biofuel adalah bioetanol yang diperoleh dari biomasa. Bioetanol merupakan bahan kimia yang diprediksi akan menjadi bahan bakar alternatif karena dapat diperbarui dan ramah lingkungan.

Pemanfaatan bioetanol dan biodiesel produksi dalam negeri akan berkontribusi sangat baik tidak hanya pada pemeliharaan keterjaminan pasokan bahan bakar, tetapi juga pada pembukaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan antarindividu dan daerah, peningkatan kemampuan teknologi pertanian dan industri, ataupun pembangunan berkelanjutan. Saat ini etanol telah banyak digunakan dalam berbagai keperluan keseharian manusia, terutama sebagai pelarut (industri), minuman, dan bahan bakar. Sebagai petrol extender bioetanol dapat digunakan dan dapat dicampur langsung dengan bahan bakar konvensional untuk memproduksi biofuel. Pencampuran bahan bakar konvensional dengan bioetanol pada konsentrasi 10% telah digunakan sebagai bahan bakar tanpa mengubah spesifikasi mesin.

Beberapa negara termasuk Brasil, Amerika Serikat, Swedia, Prancis dan India sudah menggunakan gasohol (gasoline-[absolute] alcohol mixture), komposisi sampai dengan 20% v/v, untuk bahan bakar motor bensin. Bahkan, baru-baru ini industri automobil Amerika Serikat telah berencana menggunakan flexi fuelled engines dengan komposisi etanol 85% v/v untuk mesin yang telah dimodifikasi.

Selulosa
Secara umum, bioetanol dapat dihasilkan dari bahan mentah berupa gula, pati, dan selulosa. Produksi bioetanol secara komersial masih menggunakan gula dan pati sebagai bahan mentah. Brasil misalnya, menggunakan tetes tebu sebagai bahan baku utama. Demikian juga Amerika Serikat, banyak mengunakan jagung. Sedangkan gula dan pati adalah sumber makanan sehingga perlu dicari alternatif bahan baku lainnya yang bukan merupakan sumber makanan.

Oleh karena itu, selulosa sangat potensial sebagai bahan baku produksi bioetanol. Untuk mencapai kelayakan ekonomis produksi bioetanol harus digunakan bahan baku yang murah. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi luar biasa yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi bioetanol di antaranya dari biomasa tanaman. Biomasa yang mengandung selulosa dapat diperoleh dengan biaya rendah serta tersedia di alam dalam jumlah besar. Sekitar 50% senyawa organik di alam merupakan selulosa. Saat ini material yang mengandung selulosa masih dianggap sebagai ampas atau limbah sehingga dibuang begitu saja dengan cara dibakar, seperti jerami padi, ilalang, dan rerumputan. Sumber biomasa berselulosa sangat beragam di antaranya berasal dari penggunaan agrikultur, industri paper-pulp, dan agroindustri.

Selulosa terdapat secara alamiah terutama di dinding sel tanaman, yang menyusun 35% -50% dari total berat kering tumbuhan. Komponen lainnya terdiri dari hemiselulosa (20 -35%) dan lignin (5 - 30%). Selulosa merupakan biopolimer lurus dari 1,4- -D-glukosa (Gambar 1) dan memiliki struktur kristalin yang membedakan selulosa dari polisakarida lainnya. Karena strukturnya yang kompleks, diperlukan suatu sistem enzim kompleks untuk mendegradasi selulosa, yaitu selulase.

Gambar 1. Struktur selulosa

Sistem enzim ini terdiri atas tiga komponen, yaitu endoglukanase, eksoglukanase, dan -glukosidase. Endoglukanase bekerja secara acak memotong rantai selulosa menghasilkan glukosa dan selooligosakarida, eksoglukanase memotong ujung pereduksi selulosa menghasilkan selobiosa, se-dangkan -glukosidase memotong selobiosa serta selooligosakarida lain menjadi glukosa. Proses produksi bioetanol dari selulosa secara garis besar terdiri dari dua tahap, yaitu tahap sakarifikasi atau hidrolisis selulosa menjadi glukosa dan tahap fermentasi glukosa menjadi etanol. Masing-masing tahap menggunakan mikroorganisme yang berbeda (Gambar 2). Proses sakarifikasi (hidrolisis) memerlukan sistem enzim selulase. Tahap ini memakan 40% dari total biaya produksi. Apabila dapat digunakan hanya satu mikroorganisme yang mampu melakukan konversi selulosa jadi etanol, biaya produksi dapat ditekan sehingga bahan bakar lebih murah.


Gambar 2. Konversi selulosa menjadi etanol memerlukan dua mikroorganisme

Mikroba penghasil sistem enzim selulase yang dominan dan telah dimanfaatkan pada industri bioteknologi serta menjadi fokus penelitian selama lebih dari 50 tahun misalnya Trichoderma viride. Mikroba lainnya yang dapat menghasilkan etanol pada proses selanjutnya adalah ragi Saccaromyces, Pichia, Candida, dan bakteri Zymomonas mobilis. Sampai saat ini produksi bioetanol sebagai bahan bakar alternatif masih memiliki hambatan secara ekonomis. Harga produksi bioetanol lebih tinggi dibandingkan de-ngan harga bahan bakar fosil. Harga etanol teknis per liter di pasaran mencapai lebih dari tiga kali lipat dari harga satu liter bensin. (Kabelan Kunia, bekerja di Pusat Penelitian Bioteknologi ITB)***

Saatnya Beralih ke Sumber-sumber Energi Terbarukan

Oleh kabelan Kunia*
Artikel penulis ini telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat, Edisi Kamis 09 Desember 2010

Rencana pembatasan subsidi premium pada tahun depan hendaknya menjadi momentum bagi pemerintah untuk berupaya memanfaatkan sumber energi lain selain minyak bumi. Indonesia yang kaya akan sumber energi terbarukan, seperti sinar ma-tahari sepanjang tahun, angin, gelombang ombak, biomass, hidrogen, geotermal, dan sebagainya merupakan cadangan energi terbarukan yang seharusnya mulai diaplikasikan di masyarakat secara meluas.

Sinar matahari sebagai sumber energi dapat diaplikasikan melalui sel matahari (solar cell) untuk keperluan pembangkit energi listrik rumah tangga ataupun industri. Dengan penerapan ini lambat laun ketergantungan kita kepada sumber energi minyak bumi, gas, dan batu bara yang tak terbarukan tersebut bisa berkurang. Upaya mencari alternatif bahan bakar lain sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) akibat tingginya harga minyak dunia terus dilakukan. Para pengusaha minyak makan bahkan telah mengusulkan penggunaan biofuel atau minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif. Minyak nabati seperti minyak jagung, minyak kedelai bahkan minyak sawit dapat digunakan untuk biofuel atau biodiesel. Masalah akan timbul karena minyak nabati ini juga dikonsumsi oleh manusia.

Biofuel
Indonesia sebagai negara agraris dengan energi matahari berlimpah, berpotensi besar menghasilkan produk energi terbarukan. Ada berbagai jenis sumber nabati yang dapat dioleh menjadi biofuel, mulai dari buah atau biji (misalnya tanaman jarak), batang (tebu), bahkan sampai ke akar tumbuhan (umbi-umbian). Itu artinya terdapat banyak pilihan untuk mengembangkan produksi biofuel di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan karakter daerah, atau bahkan secara tumpangsari sekaligus.

Ada dua macam jenis biofuel yang bisa dikembangkan, yaitu etanol dan biodiesel. Etanol berasal dari alkohol yang strukturnya sama dengan bir atau minuman anggur. Untuk membuat alkohol dilakukan melalui proses fermentasi dari bahan baku tumbuhan yang mengandung karbohidrat tinggi, seperti ketela pohon dan bahan berselulose semacam kayu atau jerami. Etanol dipergunakan untuk menggerakkan mesin berbahan bakar bensin.

Khusus untuk mesin diesel, bisa mempergunakan bahan bakar jenis biodiesel. Biodiesel diproduksi dari senyawa kimia bernama alkyl esters yang diperoleh dari lemak nabati. Bahan esters ini memiliki komposisi yang sama dengan bahan bakar solar, bahkan lebih baik nilai cetane-nya dibandingkan solar. Biodiesel ini dapat dipanen dari biji jarak pagar (Jatropha curcas).

Sebagai bahan bakar cair, biodiesel sangat mudah digunakan dan dapat langsung dimasukkan ke dalam mesin diesel tanpa perlu memodifikasi mesin. Selain itu, dapat dicampur dengan solar untuk menghasilkan campuran biodiesel yang ber-cetane lebih tinggi. Menggunakan biodiesel dapat menjadi solusi bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar solar sebesar 39,7%. Biodiesel pun sudah terbukti ramah lingkungan karena tidak mengandung sulfur.

Pola pengembangan bahan bakar nabati (BBN) dapat dilakukan dengan pola kegiatan rakyat desa yang bertujuan mengurangi beban biaya bahan bakar rumah tangga, dengan memproduksi dan mengonsumsi bahan bakar di desa yang bersangkutan. Pola ini dapat dikembangkan di daerah-daerah terpencil yang karena biaya distribusi menyebabkan minyak tanah dan solar harganya bisa tidak terjangkau per liternya. Pola semacam ini telah dilakukan di beberapa desa di Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis, yang merupakan kecamatan mandiri energi sebagai kegiatan percontohan yang dikelola oleh Institut Teknologi Bandung dan Pemda Ciamis.

Dapat dibayangkan ketika desa-desa miskin di seluruh Indonesia mulai melakukan kegiatan semacam ini secara mandiri, kenaikan harga minyak dunia yang pasti akan diikuti dengan kenaikan BBM di Negara kita, maka rakyat di perdesaan ini tidak ikut menjerit.

Dari segi payung hukum, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Terkait dengan BBN sendiri, telah diterbitkan pula Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai Bahan Bakar Lain. Didalamnya telah diinstruksikan kepada sejumlah kementerian dan pemerintah daerah untuk melakukan berbagai upaya mendorong penyediaan dan pemanfaatan BBN.

Demikianlah bahwa ke depan kita perlu adanya mekanisme yang memastikan bahwa pengembangan bahan bakar nabati, selain mengurangi ketergantungan industri otomotif terhadap BBM, juga menurunkan emisi yang dihasilkannya. Serta, jangan sampai pengembangan biofuel akan mengonversi luas hutan kita yang sudah semakin kritis menjadi perkebunan biofuel. Juga, tidak sekali-kali menempatkan petani hanya sebagai "sapi perah" dari para pengusaha demi biofuel. Mari sama-sama kita amati dan kritisi itu semua demi kejayaan bangsa. (Kabelan Kunia/ Pusat Penelitian Bioteknologi ITB) ***

Selasa, Desember 07, 2010

Tahun Baru Hijriyah: Momentum Menuju Perbaikan Diri


Dalam Al Quran Allah menyatakan bahwa “Tiada lain Aku ciptakan Manusia dan Jin untuk beribadah padaKu”, bahwa sejak akhil baligh, kita diwajibkan untuk beribadah kepada Allah. Sedangkan Allah bersumpah “Demi waktu..... sesungguhnya manusia itu merugi”.

Dalam sebuah Sunnah Rasulullah Saw menyebutkan bahwa “Orang yang beruntung adalah orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin”, dalam ketiga pernyataan dari Al Qur’an dan Hadits tersebut terkandung hikmah bahwa terdapat proses evaluasi diri dari waktu ke waktu sepanjang masa hidup untuk senantiasa mendapatkan dan berbuat lebih baik dengan menerapkan konsep ibadah pada Allah.

Pernyataan orang yang beruntung adalah orang yang hari ini lebih baik daripada kemarin adalah mengandung makna spiritual yang berpengaruh pada kegiatan kita secara menyeluruh yaitu agar mengarahkan pada ibadah pada Allah. Bila kita simak berapa banyak ibadah ritual yang biasa dilakukan dalam rangka melakukan Rukun Islam. Lalu sisa waktunya dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang lainnya termasuk yang paling menyita waktu adalah kegiatan bisnis dan profesi, seperti diingatkan pada Surat Luqman, “bahwa …Janganlah engkau melalaikan Shalat dengan Perniagaan…”

Dari situlah mengapa konsep dan hikmah hijrah perlu dikaji ulang dan diamalkan  oleh umat Islam. Setiap pergantian waktu, hari demi hari hingga  tahun demi  tahun, biasanya memunculkan harapan baru akan keadaan yang lebih baik.  Islam mengajarkan, hari-hari yang kita lalui hendaknya selalu lebih baik dari  hari-hari sebelumnya.

Dengan kata lain, setiap Muslim dituntut untuk menjadi  lebih baik dari hari ke hari. Hadis Rasulullah yang sangat populer menyatakan,  ''Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, adalah orang yang  beruntung”.
    
Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi, dan jika hari ini lebih jelek  dari kemarin, adalah orang celaka.'' Oleh karena itu, sesuai dengan QS  59:18, ''Hendaklah setiap diri memperhatikan (melakukan introspeksi)  tentang apa-apa yang telah diperbuatnya untuk menghadapi hari esok  (alam akhirat).'' Pada awal tahun baru hijriyah (1432 H) ini, kita bisa merancang  hidup agar lebih baik dengan hijrah, yakni mengubah   perilaku  buruk menjadi baik, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi  larangan-Nya.
  
Kita ubah ketidakpedulian  terhadap kaum lemah menjadi  sangat peduli dengan semangat zakat, infak, dan sedekah. Selain itu  juga mengubah permusuhan dan konflik menjadi persaudaraan dan  kerjasama, mengubah pola hidup malas-malasan menjadi giat bekerja, mengubah  hidup pengangguran dan peminta-minta menjadi pekerja mandiri dan tidak  bergantung pada belas kasih orang lain.

Tidak kalah pentingnya, tahun ini kita harus hijrah pilihan  politik, dari parpol dan politisi busuk kepada parpol dan politisi harum, dari rezim  korup dan zalim kepada pembentukan pemerintahan yang bersih dan amanah. Semoga.

      Wallahu  a'lam. Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1432 Hijriyah.