Kamis, Desember 09, 2010

Saatnya Beralih ke Sumber-sumber Energi Terbarukan

Oleh kabelan Kunia*
Artikel penulis ini telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat, Edisi Kamis 09 Desember 2010

Rencana pembatasan subsidi premium pada tahun depan hendaknya menjadi momentum bagi pemerintah untuk berupaya memanfaatkan sumber energi lain selain minyak bumi. Indonesia yang kaya akan sumber energi terbarukan, seperti sinar ma-tahari sepanjang tahun, angin, gelombang ombak, biomass, hidrogen, geotermal, dan sebagainya merupakan cadangan energi terbarukan yang seharusnya mulai diaplikasikan di masyarakat secara meluas.

Sinar matahari sebagai sumber energi dapat diaplikasikan melalui sel matahari (solar cell) untuk keperluan pembangkit energi listrik rumah tangga ataupun industri. Dengan penerapan ini lambat laun ketergantungan kita kepada sumber energi minyak bumi, gas, dan batu bara yang tak terbarukan tersebut bisa berkurang. Upaya mencari alternatif bahan bakar lain sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) akibat tingginya harga minyak dunia terus dilakukan. Para pengusaha minyak makan bahkan telah mengusulkan penggunaan biofuel atau minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif. Minyak nabati seperti minyak jagung, minyak kedelai bahkan minyak sawit dapat digunakan untuk biofuel atau biodiesel. Masalah akan timbul karena minyak nabati ini juga dikonsumsi oleh manusia.

Biofuel
Indonesia sebagai negara agraris dengan energi matahari berlimpah, berpotensi besar menghasilkan produk energi terbarukan. Ada berbagai jenis sumber nabati yang dapat dioleh menjadi biofuel, mulai dari buah atau biji (misalnya tanaman jarak), batang (tebu), bahkan sampai ke akar tumbuhan (umbi-umbian). Itu artinya terdapat banyak pilihan untuk mengembangkan produksi biofuel di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan karakter daerah, atau bahkan secara tumpangsari sekaligus.

Ada dua macam jenis biofuel yang bisa dikembangkan, yaitu etanol dan biodiesel. Etanol berasal dari alkohol yang strukturnya sama dengan bir atau minuman anggur. Untuk membuat alkohol dilakukan melalui proses fermentasi dari bahan baku tumbuhan yang mengandung karbohidrat tinggi, seperti ketela pohon dan bahan berselulose semacam kayu atau jerami. Etanol dipergunakan untuk menggerakkan mesin berbahan bakar bensin.

Khusus untuk mesin diesel, bisa mempergunakan bahan bakar jenis biodiesel. Biodiesel diproduksi dari senyawa kimia bernama alkyl esters yang diperoleh dari lemak nabati. Bahan esters ini memiliki komposisi yang sama dengan bahan bakar solar, bahkan lebih baik nilai cetane-nya dibandingkan solar. Biodiesel ini dapat dipanen dari biji jarak pagar (Jatropha curcas).

Sebagai bahan bakar cair, biodiesel sangat mudah digunakan dan dapat langsung dimasukkan ke dalam mesin diesel tanpa perlu memodifikasi mesin. Selain itu, dapat dicampur dengan solar untuk menghasilkan campuran biodiesel yang ber-cetane lebih tinggi. Menggunakan biodiesel dapat menjadi solusi bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar solar sebesar 39,7%. Biodiesel pun sudah terbukti ramah lingkungan karena tidak mengandung sulfur.

Pola pengembangan bahan bakar nabati (BBN) dapat dilakukan dengan pola kegiatan rakyat desa yang bertujuan mengurangi beban biaya bahan bakar rumah tangga, dengan memproduksi dan mengonsumsi bahan bakar di desa yang bersangkutan. Pola ini dapat dikembangkan di daerah-daerah terpencil yang karena biaya distribusi menyebabkan minyak tanah dan solar harganya bisa tidak terjangkau per liternya. Pola semacam ini telah dilakukan di beberapa desa di Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis, yang merupakan kecamatan mandiri energi sebagai kegiatan percontohan yang dikelola oleh Institut Teknologi Bandung dan Pemda Ciamis.

Dapat dibayangkan ketika desa-desa miskin di seluruh Indonesia mulai melakukan kegiatan semacam ini secara mandiri, kenaikan harga minyak dunia yang pasti akan diikuti dengan kenaikan BBM di Negara kita, maka rakyat di perdesaan ini tidak ikut menjerit.

Dari segi payung hukum, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Terkait dengan BBN sendiri, telah diterbitkan pula Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai Bahan Bakar Lain. Didalamnya telah diinstruksikan kepada sejumlah kementerian dan pemerintah daerah untuk melakukan berbagai upaya mendorong penyediaan dan pemanfaatan BBN.

Demikianlah bahwa ke depan kita perlu adanya mekanisme yang memastikan bahwa pengembangan bahan bakar nabati, selain mengurangi ketergantungan industri otomotif terhadap BBM, juga menurunkan emisi yang dihasilkannya. Serta, jangan sampai pengembangan biofuel akan mengonversi luas hutan kita yang sudah semakin kritis menjadi perkebunan biofuel. Juga, tidak sekali-kali menempatkan petani hanya sebagai "sapi perah" dari para pengusaha demi biofuel. Mari sama-sama kita amati dan kritisi itu semua demi kejayaan bangsa. (Kabelan Kunia/ Pusat Penelitian Bioteknologi ITB) ***

Tidak ada komentar: