Senin, November 01, 2010

Gempa Merapi dan Semangat Kebersamaan


Beberapa waktu terakhir, kita semua sedang berduka. Saudara kita di kota  bersejarah, Yogjakarta dan beberapa wilayah di Jawa Tengah terkena musibah gempa Merapi yang dahsyat.. Tiba-tiba Merapi  'marah', sebuah musibah yang tidak pernah terbanyangkan dalam benak masyarakat, menghantam dan menerjang harta bahkan nyawa-nyawa yang tak berdosa, termasuk sang 'penjaga' fenomenal, Mbah Marijan turut pula menjadi korban dalam sujudnya yang paling dalam dan sangat lama. 

Sangat memilukan menyaksikan mayat saudara kita tergeletak dan terkapar di mana-mana. Banyak anak kecil yang meratap, karena kehilangan ayah dan ibu serta saudara-saudara mereka yang lain. Begitupun orang tua yang meringis, karena anak-anak belahan jiwa tergeletak di bawah puing-puing rumah mereka yang poranda, bahkan ada juga di antara mayat-mayat yang berceceran.

Disini, kita hanya bisa menonton kepedihan saudara kita, tanpa bisa berbuat banyak. Berapapun uang dan sumbangan lain yang kita baktikan buat membantu mereka, kepedihan yang menyesak tidak mungkin dapat hilang dalam hati mereka. Kenangan pahit dan derita yang mendalam senantiasa membayangi ingatan. Nyawa orang-orang yang mereka kasihi telah diambil sebagai syuhada. Harta benda yang mereka kais di bumi Allah dengan keringat bercucuran telah hanyut tersapu prahara.

Kelam mencekam di seantero raya. Mayat syuhada tercecer di tanah hitam yang penuh reruntuhan rumah dan pepohonan. Jikalau jari jemari kita cukup untuk menghitung derita yang tak terbilang, maka tidaklah itu mampu mengurai tangis kita yang telanjur kikis. 

Sementara musibah dan derita rakyat Yogja dan sebagian Jawa Tengah belumlah tuntas, gempa di berbagai daerah telah menghentak dan menimbulkan kecemasan dan trauma yang mendalam, seperti di Kerinci, Padang dan berbagai tempat lainnya. Bencana-bencana yang datang silih berganti merupakan tragedi nasional yang mewarnai lembaran sejarah bangsa. Tangis anak negeri seolah tertumpah bersama curahan hujan dan luapan air yang mencoba menutupi keangkuhan kita.

Rangkaian musibah tak pernah putus seakan akrab mengangkangi kehidupan bangsa yang kian kusut. Lembar demi lembar telah terbuka untuk kemudian tersobek-sobek, hingga meninggalkan duka nestapa yang mendalam. Genangan duka cita memenuhi haru-birunya hati, sehingga sulit untuk bangkit dan beranjak mengarungi lautan hidup dengan ombak yang mengganas. Ketidak-sanggupan menyergap, sementara riak bahkan hembusan badai kian menghantam.

Demikianlah Allah mengingatkan manusia yang menafikan secara tegas ketentuan-Nya dan secara tegas pula menempatkan sikap terdalam manusia sebagai faktor penentu kelahiran sejarah peradaban dunia. Inilah legitimasi atas hasrat mereformasi hati dan kehidupan kita sebagai individu dan masyarakat suatu bangsa.

Tidak kita pungkiri bangsa ini telah porak-poranda diguncang musibah dan bencana. Rakyat juga mulai jenuh dan bosan dengan keadaan yang tidak pernah sembuh dari penyakit yang kita buat sendiri. Reformasi yang kita usung bersama pasca Orde Baru, bagai tak berujung. Gagal dan tidak berhasil menyelamatkan derita anak bangsa. Bahkan luka itu kian menganga.

Dalam gemuruh bencana yang menerpa bangsa kita, marilah bersama kita merenungi keberlanjutan cita bangsa. Bangsa kita harus bangkit mesti dengan tenaga seadanya. Masyarakat kita yang telah terkena bencana, mari kita rangkul dan bimbing untuk menatap masa depan yang lebih baik. 

Sesungguhnya tragedi yang menimpa benar-benar telah menjatuhkan semangat kita sebagai bangsa. Semuanya adalah musibah dan bencana yang dapat kita petik hikmahnya, sekecil bahkan seperih apapun. Seyogianya kita renungi bersama. Mulailah kita menyusun dan menata bangsa ini dalam barisan yang sepatutnya. Ketika bencana telah melanda, hendaknya kita mulai berkaca, mengamati kesalahan, kelalaian bahkan kebodohan kita sepanjang waktu berlalu dan belajar berbuat sesuatu yang lebih baik untuk masa depan bangsa.

Boleh jadi alam tidak menyapa akrab. banjir, longsor, badai, gunung meletus hingga gempa  bumi dan Tsunami mungkin akan terus mengusik ketenteraman kita. Tentu saja kita tetap optimis bahwa bangsa ini akan mampu mewujudkan kehidupan yang toleran, damai dan konstruktif. Dan menjadi tugas kita para penganut agama yang berkemauan untuk beragama secara saleh, untuk mendamaikan dan menabur keselamatan demi kepentingan semua umat manusia. 

Dengan tragedi ini, sekurangnya kita telah membuktikan bahwa kita sebagai bangsa yang memiliki beragam etnis, budaya dan agama, dapat saling berbagi dan membantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Semangat saling mengharagai dan saling berbagi kesedihan ini, hendaknya membuat kita makin menyadari bahwa bangsa ini harus kita bangun secara bersama-sama pula. Kita harus saling membantu dan berbagi. Banyak pelajaran yang dapat kita petik dari peringatan Allah kali ini. Semuanya bergantung bagaimana kita menyikapinya. 

Memang benar masyarakat yang terkena musibah telah kehilangan segala-galanya, tapi apakah kita cukup hanya meratapi dan menaruh kesedihan itu dalam-dalam. Kita semua harus berbuat di samping mendoakan para syuhada dan masyarakat yang tertimpa musibah dapat kembali bangkit dan melangkah ke depan bersama kita dengan senyum yang merekah, semoga.

*(Kabelan Kunia/ Mengenang saudara-saudaraku di Yogjakarta dan Jawa Tengah, korban gempa Merapi)                    
** Sumber Photo : www.vivanews.com

Tidak ada komentar: