Tulisan ini telah dimuat di Koran Jakarta, Selasa, 07 April 2009 01:34 WIB
Energi listrik bisa dihasilkan dari mikroba. Kemampuannya berpindah dengan cara menggerakkan elektron-lah yang menjadikan mikroba jenis geobacter bisa menghasilkan listrik sekaligus menguraikan limbah.
Usaha untuk menemukan sumber energi alternatif pengganti fosil sudah mulai dilakukan sejak awal abad ke-19. Berbagi jenis sumber energi pun dicari dan dikembangkan agar bisa difungsikan sebagai bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi itu adalah mikroba. Adalah MC Potter, seorang dosen botani di Universitas Durham, Inggris, berhasil menghasilkan listrik dari mikroba pada 1912.
Saat itu, Potter mampu menghasilkan listrik dari bakteri Escherichia coli (E coli). Namun, penelitian Potter kala itu kurang menjanjikan karena daya listrik yang dihasilkan sangat kecil. Penelitian mengenai mikroba yang memungkinkan menghasilkan listrik dikembangkan ilmuwan-ilmuwan lain. Pada 1931, Barnet Cohen berhasil menghasilkan listrik berdaya 35 volt dari mikroba. Penelitian terus berlanjut yang salah satunya memunculkan unsur hidrogen dari hasil dari hasil fermentasi glukosa. Hidrogen berperan penting dalam pembentukan energi listrik. Sayangnya, penelitian kali itu terkendala pada sifat sel yang tidak stabil dari produksi hidrogen.
Percobaan terakhir yang tergolong berhasil adalah percobaan yang dilakukan peneliti dari Universitas Queensland, Australia. Mereka berhasil membuat prototipe Microbial Fuel Cell (MFC) pada 2007. Prototipe itu mampu menghasilkan listrik 2 kilowatt dan 660 galon air bersih. Untuk menghasilkan listrik sebanyak itu, para peneliti dari Universitas Queensland memberikan “umpan” berupa air limbah hasil proses fermentasi bir.
Pada prinsipnya, MFC dapat menghasilkan listrik karena memanfaatkan elektron dari proses metabolisme mikroba pada kondisi anaerob (tidak ada udara). Pada kondisi itulah mikroba mampu menguraikan glukosa, asetat, butirat, atau air limbah menjadi karbondioksida, proton (ion H+), dan elektron. Elektron hasil penguraian dialirkan ke sebuah rangkaian listrik melalui anoda dan katoda.
Energi listrik itulah yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. “Jadi energi listrik itu tidak semerta-merta dihasilkan oleh mikroba Geobacter (mikroba penghasil listrik). Bahkan, mikroba ini membutuhkan energi lain untuk menghasilkan listrik,” ujar Heddy Sulistiono, Kepala Bidang Mikrobiologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Proses Panjang
Proses yang dilalui sampai menghasilkan listrik sebenarnya cukup kompleks. Komponen-komponen tertentu harus disiapkan agar semua tahapan dapat dilakukan dengan sempurna. Komponen-komponen yang dimaksud adalah ruang anoda, ruang katoda, anoda, katoda, dan membran penukar proton.
Ruang Anoda merupakan ruangan yang dikondisikan kedap udara untuk menciptakan kondisi anaerob agar proses metabolisme mikroba dapat berlangsung. Mikroba sengaja dibiakkan dalam ruang anoda. Agar mikroba mampu berkembang biak maka perlu ditambah substrat seperti glukosa. Mikroba yang dapat dibiakkan di ruang anoda yang anaerob, antara lain Shewanella putrefaciens dan Aeromonas hydrophila.
Mikroba yang bermetabolisme di dalam ruang anoda akan menghasilkan produk berupa karbon dioksida (CO2), proton, dan elektron. Menjaga ruang anoda benar-benar tidak memiliki udara sangat penting agar reaksi antarsenyawa benar-benar berhasil. Kalau saja ada udara yang masuk (aerob), oksigen akan menjadi akseptor (penerima) elektron terakhir dan air akan terbentuk setelahnya. Kalau sudah seperti itu, elektron tidak bisa dialirkan ke anoda.
Setelah elektron tercipta, keberadaan anoda menjadi sangat penting. Pasalnya, anoda berperan sebagai sebuah elektroda yang menjadi akseptor elektron. Kemudian elekton yang diterima anoda akan mengalir ke ruang katoda melalui rangkaian listrik. Hanya elektron yang dapat melewati sistem anoda-katoda, sedangkan proton dipindahkan dengan menggunakan membran penukar proton atau yang disebut membran semipermiabel. Dengan adanya membran itu, proton dapat dilewatkan ke ruang katoda, yang lain tidak.
Di ruang katoda, elektron dan proton bertemu. Pertemuan keduanya terjadi di sebuah elektroda yang disebut katoda. Kondisi ruang katoda harus aerob. Kehadiran oksigen penting untuk menerima elektron dari katoda. Oksigen itulah yang akan bereaksi dengan proton hingga membentuk molekul air (H2O).
Satu hal yang tidak boleh terlewat dari MFC adalah keberadaan mikrobanya. Saat ini, mikroba dari jenis Geobacter metallireducens menjadi “bahan” utama penghasil listrik. Mikroba itu memiliki karakteristik yang sesuai dengan proses yang telah dijelaskan di atas. “Sebenarnya, jenis mikroba yang dapat menghasilkan listrik tidak hanya Geobacter metallireducens. Sampai saat ini, penelitian mengenai mikroba yang mampu menghasilkan listrik terus berlangsung,” ujar Kabelan Kunia MSi, peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi Institut Teknologi Bandung (ITB).
Sampai saat ini, yang terekspos memang bakteri jenis Geobacter sebagai penghasil listrik. Seperti banyak jenis mikroba lain, bakteri dari keluarga Geobacteraceae itu dapat memakan dan hidup dengan mengurai material organik. Selain itu, bakteri bersifat anaerob (tidak membutuhkan oksigen untuk hidup). Dan yang terpenting, mereka memiliki kemampuan untuk berpindah dengan cara menggerakkan elektron. Kemampuan itulah yang menjadikan bakteri geobacter mampu menguraikan limbah sekaligus menghasilkan listrik.
Geobacter metallireducens merupakan mikroba pertama yang mampu mengoksidasi (melepaskan elektron dari suatu partikel) bahan organik menghasilkan karbon dioksida. Geobacter metallireducens mendapat tenaga dengan memanfaatkan oksida (senyawa oksigen) dari besi. Apa yang dilakukan Geobacter metallireducens itu sama persis seperti manusia menghirup oksigen. (yst/L-2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar