Artikel ini telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat Edisi Kamis, 30 September 2010.
Jamur Candida sp. (Sumber : http://www.doctorfungus.org) |
Penyakit autis semakin banyak terjadi di dunia, termasuk di Indonesia. Meski penyakit autis sudah dapat dideteksi sejak usia dini, namun pengetahuan awam mengenai autis dan bagaimana menanganinya masih belum diketahui luas.
Penyakit autis pertama kali dipublikasikan oleh Leo Kanner (1943) seorang dokter kesehatan jiwa anak. Ia mengamati perilaku anak-anak yang dijadikan objeknya. Hal yang sangat menonjol adalah anak-anak sangat asyik dengan dunianya sendiri. Mereka seolah hidup dalam dunianya sendiri dan menolak berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain di sekitarnya.
Autis berasal dari bahasa Yunani Autos yang berarti aku. Atau sikap yang sangat mengarah kepada diri sendiri. Autisme adalah suatu gangguan yang ditandai oleh melemahnya kemampuan bersosialisasi, bertingkah laku, dan berbicara. Autisme sering disebut dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD).
Autis merupakan suatu gangguan atau kelainan otak yang mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, berhubungan dengan sesama dan memberikan tanggapan terhadap lingkungan. Ada gen tertentu yang mengakibatkan kerusakan khas pada sistem limbik atau pusat emosi. Akibatnya, fungsi otak jadi terganggu, terutama fungsi yang mengendalikan pemikiran, pemahaman, komunikasi dan interaksi.
Banyak literatur menyebutkan bahwa autis berhubungan erat dengan gangguan susunan syaraf pusat, gangguan sistem pencernaan, peradangan dinding usus, faktor genetik, keracunan logam berat, faktor psikodinamik keluarga dan faktor imunologi.
Menurut dr. Melly Budhiman, psikiater anak dan Ketua Yayasan Autis Indonesia, autis disebabkan gangguan pertumbuhan sel otak pada saat kehamilan trimester pertama. Menurutnya pada saat itu berbagai hal dapat menghambat pertumbuhan sel otak. Misalnya janin terancam virus (rubella, tokso, herpes), jamur (Candida), oksigenasi (perdarahan) atau keracunan makanan. Di samping itu, faktor genetik juga dapat menyebabkan autis.
Autis bisa terjadi pada siapa saja tanpa melihat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan, golongan etnik maupun bahasa. Orang tua perlu mewaspadai bahwa tingkat kejadian autis meningkat dari tahun ke tahun.
Candida sebagai Pemicu
Banyak penelitian membuktikan bahwa pertumbuhan Candida yang terlalu pesat di dalam tubuh memiliki andil mendorong munculnya beragam penyakit kronis; antara lain sindroma kelelahan kronis (chronic fatigue syndrome), lupus, Alzheimer, penyakit Crohn, arthritis, kanker, AIDS, candidiasis pada paru-paru, kerongkongan, dan bronkhi.
Pertumbuhan yang berlebihan (over growth) jamur Candida di dalam saluran cerna anak juga telah dilaporkan oleh banyak peneliti sebagai suatu faktor resiko penting pada anak autis.
Ketika Candida tumbuh semakin pesat, sel-selnya mengalami metamorfosis. Sebagai khamir alias ragi yang semula selnya berbentuk bulat, berubah menjadi kapang atau jamur yang berfilamen, memiliki sulur-sulur akar. Akar ini akan berkembang semakin panjang dan menembus sel mukosa usus. Setelah mencapai sistem sirkulasi, Candida akan melepaskan zat racun. Bersama protein yang tidak tercerna, zat racun ini akan merasuki seluruh jaringan tubuh dan mengakibatkan kemerosotan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, muncul reaksi alergi, kelelahan, dan masalah kesehatan lainnya. Istilah lain gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh jamur Candida ini adalah sindroma Candida kronis (Candida -Related Complex, RC).
Menurut C. Orian Tuss, MD dalam bukunya “The Missing Diagnosis”, pengobatan terapi antikhamir (anti yeast) pada pasien penyakit autoimun menunjukkan hasil positif, bahkan untuk penyakit lupus sistemik.
Bahkan dalam konferensi autis pada 1995 William Shaw, PhD dari Children's Mercy Hospital dan Missourri University menyampaikan hasil penelitiannya yang menunjukkan hubungan antara candidiasis dan autis. Ditemukan bukti bahwa anak-anak penyandang autis mendapatkan peningkatan positif ketika diobati dengan terapi antikhamir/ antijamur.
Fermentasi Alkoholik
Berbagai kemungkinan peranan jamur Candida di dalam memperburuk gejala-gejala yang muncul pada penderita autis telah diketahui, antara lain peran jamur ini dalam hal terjadinya fermentasi alkoholik terhadap gula yang ada dalam saluran intestinal anak. Keberadaaan jamur Candida dalam saluran cerna anak dapat dihubungkan dengan pengaruhnya terhadap perilaku anak terutama mengenai tingkat agrsifitasnya.
Jamur Candida dalam aktivitasnya menyebabkan terjadinya proses fermentasi alkoholik dalam usus dengan memanfaatkan bahan organik yang ada dalam saluran intestinal. Meningkatnya kadar alkohol dalam darah sebagai akibat proses fermentasi yang hasilnya diserap secara langsung ke dalam darah menjelaskan kemungkinan itu.
Hal ini terungkap dalam sebuah penelitian oleh Erly dan Djamal dari Universitas Andalas Padang yang melakukan pengamatan terhadap sampel feses 31 anak-anak penderita autis yang telah didiagnosis dan diterapi oleh dokter spesialis anak.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa kelompok anak dengan jamur Candida positif dalam fesesnya, setelah diterapi dengan pemberian nystatin, yaitu semacam antijamur yang umum digunakan dokter untuk keperluan terapi, menunjukkan penurunan agresifitas pada anak. Penurunan ini teramati mulai dalam minggu pertama terapi dan terbanyak pada minggu ketiga.
Teori fermentasi alkoholik yang disebabkan jamur Candida dipercaya sebagai penyebab dari peningkatan agresifitas pada anak autis. Namun belakangan diketahui bahwa produk samping (by product) dari aktivitas jamur ini sebagai biang keladinya. Produk sampingan jamur Candida bersifat destruktif terutama terhadap sel-sel mukosa usus halus. Arabinose misalnya, yang dihasilkan dari proses metabolisme jamur Candida dipastikan sebagai penyebab agresifitas anak autis. Meskipun menurut penelitinya hal itu bukanlah satu-satunya penyebab.
Pada anak dengan hasil positif jamur Candida setelah diterapi dengan nystatin ternyata tidak seluruhnya menunjukkan penurunan agresifitas, yaitu hanya 17 anak dari keseluruahan 26 anak yang positif, yaitu hanya 65,4% saja. Artinya masih ada faktor-faktor lain yang terlibat di samping jamur Candida itu sendiri.
Terapi dengan pemberian nystatin menurut tim peneliti tidak seluruhnya mampu mengeliminasi koloni jamur Candida dalam usus anak. Bahkan obat ini dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan memiliki efek samping. Efek pengobatannya hanya bersifat sementara, karena umumnya Candida dapat bermutasi menjadi bentuk yang tidak terlihat. Selain itu, obat-obatan ini justru menghancurkan mikroba ‘baik’ yang justru membantu mengontrol populasi Candida dalam usus.
Bagi seorang anak autis intoleransi dan alergi makanan merupakan faktor pencetus dan pemberi kontribusi yang penting untuk diperhatikan di samping faktor Candida. Intervensi diet khusus bagi anak penyandang autis akan sangat bermanfaat untuk mengurangi manifestasi klinis yang terjadi, sehingga dapat membantu dalam perbaikan tingkah laku. Tetapi, jika seorang anak memiliki gen pencetus autis, maka dengan orang tua mempelajari dan memahami faktor-faktor pencetus autis, kemunculan autis sebenarnya dapat dicegah (*****)