Minggu, Agustus 15, 2010

Puasa dan Kerja Keras



Siang ini kami sekeluarga 'ngabuburit' di sekitar kampus ITB. Setelah shalat Zuhur berjamaah di Masjid Salman, kami bergegas menuju area kampus ITB bagian dalam.

Hari ini adalah hari kelima ibadah Shaum Ramadhan yang sudah dijalani. Puasa tahun ini juga dijalani oleh putri sulung kami, Rifdah Fawwaz Zhafirah Kunia (7 tahun). Sebenarnya puasa Ramadhan kali ini adalah puasa yang kedua buat putri kecil kami ini. Tahun yang lalu saat usianya 6 tahun, Fawwaz sudah belajar puasa sebulan penuh.

Hari ini putri kami berniat untuk belajar bersepeda sampai bisa dan lancar. Niatnya ini kami kabulkan. Makanya, siang ini sengaja kami bawa ke ITB untuk belajar bersepeda, karena jalan-jalan di dalam kampus relatif sepi di hari libur, di samping jalannya terkenal mulus dan rata. Untungnya cuaca sangat mendukung. Siang ini nampaknya cuaca relatif tidak panas dan sedikit redup. Aku fikir sangat ideal untuk dia belajar bersepeda tanpa harus membatalkan puasanya karena kehausan.

Sekitar 3 - 5 kali aku coba membimbingnya dengan cara memegang tempat duduk sepeda bagian belakang. Rupanya cara ini tidak membuat dia menjadi nyaman, sehingga dia melarang aku menuntunnya. Selanjutnya dia mulai belajar sendiri dengan tertatih-tatih. Tapi aku terus terang mengagumi kesungguhan dan kerja kerasnya. Meski dalam kondisi berpuasa, dia dengan sabar mulai mengayuh sepeda sekali, dua kali hingga tiga kali sampai akhirnya berhenti dan kadang-kadang terjatuh. Setelah sejam berlalu, aku memberikan instruksi untuk mempercepat proses belajarnya. Kusarankan kaki kananya ditaruh pada pedal sepeda sebelah kanan dengan posisi sedikit di atas dalam ancang-ancang siap dikayuh. Selanjutnya matanya disuruh menatap lurus ke depan memperhatikan kestabilan stang dan arah jalan. Setelah yakin stabil dan seimbang, kaki kanan mulai menginjak pedal dan mengayuh perlahan. Sepeda mulai berjalan seimbang, selanjutnya kaki kiri mulai mengkinjak pedal sebelah kiri dan ikut mengayuh secara perlahan.

Rupanya cara seperti ini cukup berhasil. Setelah 3-5 kali dia coba cara demikian, tidak kurang dari 1,5 jam, dia sudah bisa mengayuh sepeda cukup jauh dalam kondisi seimbang.

Aku melihat tekad yang luar biasa untuk bisa bersepeda merupakan dorongan lain sehingga putri kami dapat dengan cepat menguasai sepeda kecilnya. Dia puas dan aku sangat puas bisa menyaksikan proses belajar putri kami bersepeda. Melihat kegigihan ini, aku ingat bahwa minggu yang lalu dia juga berhasil menguasai permainan hulahup yang diputar di pinggang dalam waktu yang cukup lama. Permainan ini juga dikuasainya dalam waktu relatif singkat, kurang dari 1 jam.

Setelah sukses menguasai permainan hulahup dan bersepeda, rupanya dia masih menyimpan sebuah keinginan lagi, yaitu berenang. Memang, sampai saat ini dia belum bisa berenang dengan baik, meski kami sering mengajaknya berenang dan di sekolahnya pun diajarkan berenang, namun rupanya keterampilan satu ini cukup menyulitkan buat dia. Tapi aku yakin dengan semangat dan kerja kerasnya, dia pasti bisa berenang seperti teman-teman seusianya, semoga.

Ah, Fawwaz.... bersepeda bisa, puasa pun tuntas hingga bedug maghrib pun berbunyi.....
Selamat dan Hebat.....

Jumat, Agustus 13, 2010

Artikel-artikel Ilmiah Popular karya Kabelan Kunia

Artikel-artikel penulis yang dimuat di beberapa surat kabar lokal dan Nasional :
Potensi Hanjeli sebagai Tanaman Pangan dan Obat-obatan
  1. Potensi Hanjeli sebagai Tanaman Pangan dan Obat-obatan, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 18 Agustus 2011.
  2. Tahun Baru Menuju Harapan Bangsa, Harian Tribun Jabar, Rabu, 29 Desember 2010.
  3. Saatnya Beralih ke Sumber-sumber Energi Terbarukan, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 09 Desember 2010.
  4. Selulosa, Sumber BBM Murah, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 09 Desember 2010.
  5. Jamur "Candida" Picu Autis, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 30 September 2010.
  6. Bakteri Asam Laktat UntukTerapi Autis, Pikiran Rakyat, Kamis, 30 September 2010.
  7. Mikoriza, Pupuk Hayati Super, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 01 Oktober 2009.
  8. Berbuka Sehat dengan Labu, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, September 2009.
  9. SRI : Teknologi Budi Daya Padi Serbahemat, Harian Pikiran Rakyat, Kamis 25 Juni 2009.
  10. Pertanian Organik, Teknologi Ramah Lingkungan, Harian Pikiran Rakyat, Sabtu, 11 April 2009.
  11. Mikroba Penghasil Listrik, Koran Jakarta, Selasa, 07 April 2009.
  12. Ubi Jalar Pangan Sederhana, Kaya Manfaat, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 25 September 2008.
  13. Pisang, Teman Berbuka Puasa yang Menyehatkan, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 11 September 2008.
  14. Pertanian Organik, Kembali ke Konsep Alami, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 14 Agustus 2008.
  15. Pupuk Organik Atasi Degradasi Kesuburan, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 14 Agustus 2008.
  16. Geobacter, Mikroba Penghasil Listrik, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 24 Juli 2008.
  17. Mengurangi Bau dengan Mikroba, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 10 Juli 2008.
  18. Surfaktan Pengusir Kuman dan Racun, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 26 Juni 2008.
  19. Biji Pinang Cara Lain Mengobati Cacingan, Tabloid Agribisnis Dwimingguan AGRINA, 10 Januari 2007.
  20. Puasa, Perang Melawan Radikal Bebas, Harian Pikiran Rakyat, Kamis 20 September 2007.
  21. Berbuka Puasa, Mestikah yang Manis? Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 20 September 2007.
  22. Kurma, Saran Berbuka Menyehatkan, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 20 September 2007.
  23. Air Kelapa, Segar dan Sarat Khasiat, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 12 April 2007.
  24. Lengkuas Sebagai Pengganti Formalin, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 26 Januari 2006.
  25. Temulawak, Ginsengnya Indonesia, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 26 Januari 2006.
  26. Bolehkah Makan Kolak dan Minum Es?, Harian Pikiran Rakyat, Rabu, 27 September 2006.
  27. Nilai-nilai Religius Solusi Krisis Lingkungan, Harian Pikiran Rakyat, 07 Januari 2005.
  28. Klorofil dan Hemoglobin sang Kembar Berbeda Inti, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 30 Juni 2005.
  29. Richard Martin Willstatter, Anak Penjual Tekstil Penemu Klorofil, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 30 Juni 2005.
  30. TBC pada Anak tanpa Gejala Khas, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 09 Juni 2005.
  31. Minyak Kelapa Bermanfaat Tingkatkan Ketahanan Tubuh, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 03 Pebruari 2005.
  32. Nilai-nilai Religius Solusi Krisis Lingkungan, Harian Pikiran Rakyat, Jumat, 07 Januari 2005.
  33. Leunca Sebagai Obat dan Alat Kontrasepsi, Harian Pikiran Rakyat, Minggu, 16 Januari 2005.
  34. Kolang-kaling, Teman Berbuka Sarat Manfaat, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 21 Oktober 2004.
  35. Membunuh Sifat Kebinatangan; Pesan Persaudaraan Kurban, Harian Pikiran Rakyat, 13 April 2004.

Selasa, Agustus 10, 2010

Hati-hati, ada BOM di rumah Anda

                                                                     Sumber photo : Okezone.com

Setelah terpental sejauh 2 Meter, akhirnya bocah malang, Sofi (4,5 tahun) akhirnya meninggal dunia setelah terjadi ledakan BOM yang bernama tabung gas LPG 3 Kg. Ledakan mematikan ini terjadi di rumah orang tuanya, Fitrianingsih (30 tahun) di Kampung Ciribende RT 05/06, Bogor Tengah, Kota Bogor pada hari Senin, 09 Agustus 2010.

Rupanya, kejadiaan naas tidak hanya terjadi pada tabung gas yang sedang aktif menyalakan kompor. Sebuah kejadian unik dimana saat tidak sedang dipakai pun, tabung gas elpiji meledak. Peristiwa ini berlangsung pada Selasa, 03 Agustus 2010 rumah seorang janda, Ny Saeti (40 tahun), di Kampung Cijambu, Desa Kadakajaya, Kecamatan Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat.

Korban ledakan tabung elpiji ukuran 3 kg sudah tak terhitung jumlahnya. Dua kejadian di atas adalah sedikit dari banyak peristiwa ledakan dengan memakan banyak korban di berbagai daerah. Mencermati kejadian demi kejadian, rasanya ledakan ini akan terus meneror rakyat dan tentunya akan menghasilkan korban-korban baru yang tidak berdosa.

Ironis, ketika banyak ledakan BOM tabung gas LPG, pemerintah melalui tim Densus 88 menangkap tertuduh pembuat bom dan dalangnya menurut versi mereka adalah Ustadz Abu Bakar Ba'asyir beserta beberapa pengikutnya (08/08). Bom yang mereka rancang belumlah meletus, tapi mereka siap-siap menerima tuduhan tanpa bukti pasti untuk dijebloskan ke dalam tahanan bahkan diancam hukuman tembak.

Sementara BOM tabung gas LPG sudah banyak menelan korban, sedang sang perancang, dalang dan pengambil kebijakan di negeri ini tidak pernah ditangkap dan diadili. Bertanggungjawab pun tidak.
Rakyat dibiarkan cemas dan memecahkan masalahnya sendiri.

Anehnya, Satuan Tugas Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) bersama Pertamina baru akan menetapkan untuk menyelidiki penyebab kejadian ledakan tabung gas LPG tersebut. Orang awam sudah tahu bahkan lebih dari tahu, bahwa penyebab tabung gas meledak cuma dua. Kalau tidak karena selang dan regulatornya, pasti karena kualitas tabung gas yang tidak standar. Rakyat tidak peduli apakah itu sesuai standar SNI apa tidak, karena faktanya di lapangan hal itu tidak berpengaruh apapun. Banyak juga tabung gas berstandar SNI yang ikut meledak kok.....

Pernyataan aneh juga datang dari pemerintah lewat Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara RI (Kabareskrim Mabes Polri) Komjen Pol Ito Sumardi, saat ditanya pers, seusai mengikuti rapat mengenai penanggulangan tabung gas 3 kilogram yang dipimpin Wakil Presiden Boediono di Istana Wapres, Jakarta, Senin (9/8/2010) sore. Menurutnya, faktor penyebab lainnya dari ledakan tabung gas 3 kilogram yang ditemukan di masyarakat, karena jumlahnya kini semakin berlipat-lipat, sehingga tidak bisa menghindari terjadinya ledakan yang dapat menimbulkan korban. Selain karena masyarakat yang kurang berhati-hati atau kurang mengetahui tingkat bahaya penggunaan selang dan regulatornya, juga akibat pengoplosan, baik tabung gas 3 kilogram maupun tabung gas 12 kilogram.

Hal itu diungkapkan dari hasil penelitian Pusat Laboratorium Forensik Mabes Kepolisian Negara RI atau Puslabfor Mabes Polri adalah akibat adanya pengoplosan yang merusak katup dari regulatornya. Akibatnya, menyebabkan kebocoran gas.

"Jadi, dalam hal ini, sulit untuk dikatakan jika kita harus menghindari (ledakan), terkecuali sekarang ini kita harus meningkatkan sosialisasi pergantian selang dan regulatornya yang berstandar nasional Indonesia (SNI). Oleh sebab itu, rapat tadi memutuskan untuk mengutamakan sosialisasi dari penggunaan selang dan regulator yang berstandar SNI," lanjut Ito pada wartawan (Kompas, 10/08).

Rupanya pemerintah kita sudah tahu masalahnya, tapi tidak mampu mengatasinya. Masalah sosialisasi adalah masalah paling utama. Oke, masyarakat kita sebagian besar bodoh dan tidak paham mengenai penggunaan kompor gas. Nah, bukankah ini tanggungjawab pemerintah yang dulu memaksakan mereka untuk mengalihkan pemakaian minyak tanah ke gas secara tergesa-gesa tanpa sosialisasi sedikitpun?? Sekarang, pemerintah menuding masalahnya di sosialisasi, kenapa ini tidak dilakukan segera mungkin??

Kemudian masalah pengoplosan, atau 'sodomi' menurut istilah Jusup Kalla. Bukankah ini adalah ranah Polri untuk mensikat habis para distributor nakal tersebut. Tindak tegas dan beri mereka hukuman yang seberat-beratnya. Alih-alih memberi hukuman dan bertindak tegas, petugas kita pun banyak yang membekapi dan melindungi para pengusaha gas nakal ini.

Nah, yang jelas saat ini bukan masanya pemerintah mencari alasan dan kambing hitam melulu. Minimal pemerintah kita minta maaf dulu atas pelayanan yang jelek kepada rakyatnya. Kemudian mulai bertindah sesuai dengan porsi dan kewenangannya dengan cara yang adil, tegas dan bertanggungjawab. Masyarakat butuh tindakan real, bukan basi-basi dengan polesan kalimat nan indah. Itu munafik namanya!!!

Selamat Menempuh Ibadah Shaum Ramadhan tanpa ledakan tabung gas LPG.
Mohon maaf lahir dan Bathin.....

Rabu, Agustus 04, 2010

Ramadhan dan Bencana

Sisa ledakan tabung gas elpiji 3 Kg

Tidak berbeda dengan tahun-tahun berlalu, kini, kita melangkah menuju Ramadhan tahun ini dengan duka cita yang mendalam. Langit menangis, kelam mencekam di seantero raya. Noda hitam tercecer di tanah hitam yang kerontang. Jikalau jari jemari kita cukup untuk menghitung noda yang tak terbilang, maka tidaklah itu mampu mengurai tangis kita yang telanjur kikis.
Sementara teroris gentayangan, musibah dan bencana seperti tak lepas membayangi kehidupan kita sebagai bangsa. Banjir besar di mana-mana yang menelan korban nyawa dan harta, merupakan tragedi nasional yang mewarnai lembaran sejarah bangsa. Tangis anak negeri seolah tertumpah di sana bersama curahan hujan dan genangan air yang mencoba menutupi gedung pencakar langit.

Tidak hanya sampai di sana, di tengah genangan air lumpur panas di Sidoarjo yang tak kunjung surut, hantaman jago merah ganas melahap rumah-rumah, kios-kios di banyak pasar tradisional dan hutan-hutan di berbagai pelosok daerah, sehingga kita terpaksa menjadi pengekspor asap terbesar di dunia. Dentuman letusan tabung gas LPG dari dapur-dapur ibu rumah tangga merajalela menambah suramnya potret kehidupan anak bangsa.

Anehnya, seringkali musibah dan bencana menimpa, kita kerap kali lupa menangani, malah semakin membuat kita malu, karena tidak bisa atau kita berlaku seperti tak terjadi apapun. Akhirnya musibah seperti tak aneh, lumrah dan biasa saja bilamana berulang menimpa. Sistem imun kita bekerja cepat sekali. Begitu kejadian bencana datang, seringkali hadirnya membuat kita kebal dan nyaris tak terusik. Kita tak hirau dengan orang lain yang terusik. Ironisnya, pemerintah menyikapi dingin dan menganggap semua hanya sekedar bencana alam.

Masih adakah air mata kita untuk meratapi nasib bangsa yang diwarnai dengan tinta hitam, kelabu dan pucat tanpa roh ini? Rintihan dan ratapan anak bangsa seolah tak usai menangisi sejarah kelam-mencekam.

Rangkaian musibah tak pernah putus seakan akrab mengangkangi kehidupan bangsa yang kian kusut. Lembar demi lembar telah terbuka untuk kemudian tersobek-sobek, hingga meninggalkan duka nestapa yang mendalam. Genangan duka cita memenuhi haru-birunya hati sehingga sulit utuk bangkit dan beranjak mengarungi lautan hidup dengan ombak yang mengganas. Ketidaksanggupan menyergap, sementara riak bahkan hembusan badai kian menghantam.

Demikian Allah mengingatkan manusia yang menafikan secara tegas ketentuan ekonomi sejarah dan secara tegas pula menempatkan sikap terdalam manusia sebagai faktor penentu kelahiran sejarah peradaban dunia. Inilah legitimasi atas hasrat mereformasi hati dan kehidupan kita sebagai individu dan masyarakat suatu bangsa.

Dalam gemuruh bencana di mana-mana, marilah bersama kita merenungi keberlanjutan cita bangsa. Bangsa kita harus bangkit mesti dengan tenaga seadanya.